Hilang dan Air Mata Gea

Suara jangkrik yang berdesir mengisi sepi malam, mengiringi kesedihan yang menggulung hati. Di sudut kamarnya, Gea duduk termenung, wajahnya basah oleh air mata yang tak kunjung berhenti mengalir. Kehilangan ayah tercinta terasa seperti sebuah mimpi buruk yang sulit diterima. Kenapa harus begitu cepat? Kenapa harus engkau, ayah? Mengapa Tuhan begitu tega merancang drama hidup ini untukku? Gea mengalihkan pandangan ke jendela, berharap bisa melarikan diri dari kenyataan yang begitu pahit. Tapi tak ada yang bisa ia lakukan. Hanya kesepian yang menemani, dan tanya yang terus bergema dalam benaknya. Mengapa? Mengapa begitu cepat? Berita kehilangan itu datang seperti petir yang mengoyak langit. Semua yang ada di sekitarnya seolah-olah mendukungnya untuk menutup diri, mencari ketenangan dalam kesendirian. Teman-temannya yang khawatir mengetuk pintu, mengirim pesan, namun Gea tak memberi jawaban. Ia hanya ingin sendiri, meresapi setiap detik yang terasa begitu berat. Namun, mesk...