Surat Singkat di Ujung Senja

 


Masih terpendam dalam sanubari,

sekumpulan pertanyaan yang tak mampu dijawab oleh siapa pun,

meski tak satupun dari mereka yang rumit dan tak bisa dimengerti…

 

Pertanyaan itu terus berputar,

seperti doa yang tiada henti,

menjelma menjadi refleksi yang tak pernah usai.

Ia menjadi penutup setiap halaman dalam buku harianku yang penuh cerita.

 

Mengapa harus aku?
Mengapa aku?
Mengapa aku?


Pertanyaan ini terus mengalun,

menari-nari di telingaku, setiap kali aku menutup malam,

menutup kisah dalam catatan kecilku.

 

Doa-doa terus mengiringi perjalanan kita,

tentang panggilan yang kita sambut,

tentang semangat yang tak pernah padam

untuk tetap setia pada jalan hidup yang telah kita pilih.

 

Malam ini, aku titipkan seuntai doa dengan namamu,

dan sebaris kata terima kasih untuk dirimu yang telah menemani sejauh ini.

 

Kamu yang selalu ada, mendukung,

mengingatkan untuk terus semangat, 

menjaga diri, 

menjaga kesehatan.

Meski kata-kata itu mungkin terdengar biasa,

 seperti seringnya terucap dalam percakapan, 

namun bagiku, setiap ungkapan itu tak ternilai harganya.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jejak Langkah Raynildis: Perjalanan Dalam Sunyi

Lorong San Juan

Oa