Valentine Dalam Diam
Malam
begitu dingin menusuk hingga ke relung jiwa, membawa kesunyian yang mendalam.
Tiada suara yang mengganggu ketenangan, hanya seuntai rindu yang terucap dalam
bisu, terbungkus kenangan yang pernah terjalin erat. Heningnya malam ini, bagai
mengisahkan kembali cinta yang tak terucap di setiap sudut beranda sejarah.
Valentine, kisah kasih yang kini terbingkai dalam chatingan, menjadi bekas yang
abadi di hati mereka yang mencinta.
Aku
duduk di bangku paling belakang, menatap seorang Pria yang tergantung di kayu
hina. Kisahnya tercatat dalam sejarah dua ribu tahun silam. Sebuah pengorbanan
cinta yang tak terbagi. Di depanku, semua bangku kosong, tak ada yang menemani.
Aku menunduk, bersujud, dan melihat dengan hati, Pria itu, yang bertopikan
duri. Dia adalah Sang Pemilik Cinta sejati, yang kasih-Nya tak terbatas, meski
dunia menolakNya.
Aku
teringat pada bocah kecil yang memberi roti dan anggur di ruang atas. Bocah
itu, Marselino, dengan ketulusan hati yang sederhana, memberikan sesuatu yang
berarti pada Sang Pria. Tanpa sadar, kisah Marselino yang memberi roti dan
anggur itu menjadi sejarah abadi. Seperti dia, aku pun ingin memberi—meski
kadang harus diam-diam, seperti seorang yang terganggu oleh ketakutan yang
mengawas.
Aku
kembali duduk, menulis di buku harianku tentang Valentine, mencoba mencari
makna dari setiap detik yang telah berlalu. Aku berusaha mencuri waktu, seperti
Marselino yang bersembunyi dalam kesederhanaannya untuk menemui sahabatnya,
meski hanya dalam diam. Waktu seakan berhenti, berputar dalam renungan,
mengingat setiap kisah yang pernah ada.
Namun
dering ponselku mengusik kesunyian. Aku merasa bersalah. Mungkin Dia, Sang
Pria, marah padaku. Aku datang untuk menemui-Nya, namun suara dering itu
menghalangi. Hati bertanya, kenapa aku tidak meninggalkan ponsel itu di kamar? Tapi
jawabannya hanya rasa bersalah. Aku kembali ke kamar, namun dering ponsel itu
terus mengusik, membawa pesan yang terucap dari seorang yang pernah mengisi
hidupku.
"Selamat
Malam Kornelia… Happy Valentine day… Terima kasih untuk kebersamaannya selama
ini. Banyak hal yang saya pelajari dari kisah kita. Perjumpaan kita adalah
suatu perasaan yang sangat dalam. Terima kasih telah hadir dalam setiap jejak
langkahku. Aku tahu kita sudah berbeda jalan. Keputusanmu adalah yang terbaik.
Mungkin tembok biara terlalu tinggi bagiku untuk menjagamu, namun aku mengawasimu dalam rinduku. Satu hal yang
aku minta, tetaplah kita saling mendoakan. Dengan doamu, aku yakin akan menjadi lebih
baik. Maafkan aku jika hari Valentine ini tidak sempat membelimu Coklat kesayanganmu. Aku tidak bisa mengajakmu ke Neka
Mese atau ke Tablolong tempat kita berbagi kisah sebagaimana sebelumnya. Aku sadar, sekarang tak seperti dulu lagi. Waktu yang memintaku untuk merayakan Valentine ini dalam diam, sebab tak mungkin bagiku dan bagimu, bersua dalam raga, dan kembali berkisah seperti dulu. Selamat Valentine Kornelia, tetaplah setia
kepada Pria sejati pilihanmu."
Sahabat lamamu
Mark
***
Pesan singkat ini, membawa aku pada kenangan silam. Tenunan kisah yang kami rajut bersama, bersua dalam raga, memeluk erat dalam mimpi, dan beradu kata tentang cinta yang saling meneguhkan. Semua kilasan kisah itu seperti kicauan burung gereja, seakan menyampaikan pesan rindu yang tak terungkap. Burung-burung itu menari cantik diangkasa, namun hatinya seperti aku yang terkurung dalam kenangan. Namun, disetiap desah sayapnya, aku mendengar suara hati yang menggema tentang rasa itu, dan hanya terselip doa yang tulus untuk kisah yang terpisah oleh waktu.
Bersalahkah
aku yang pernah memilikinya, namun harus kutinggalkan? Atau egoiskah aku yang
membuatnya nyaman, namun aku harus berpaling? Aku telah terpaut oleh Cinta-Nya
dan karena-Nya pula aku berani melepaskan. Seperti Marselino yang diam-diam
mendatangi Pria itu, terpesona oleh cinta-Nya, aku pun terpesona oleh
kasih-Nya. Dengan doa dan cinta, aku akan setia pada-Nya, seperti Marselino
yang memilih untuk mendekat pada Pria yang menggantungkan cinta-Nya di kayu
hina. Valentine bagiku, adalah berbagi kisah dan kasih bersama Dia sang Pemilik
cinta sejati.
Maafkan
aku, jika aku membuatmu nyaman, namun harus pergi menemukan kenyamanan sejati,
yaitu pada Pria itu—Yesus.
darvis_tarung
Kupang,
14 Februari 2025
Komentar