Postingan

Dari Sukacita Paska ke Sunyi Kehilangan

Gambar
Desas-desus kebangkitan-Nya tak lagi bisu—telah menyebar ke empat penjuru bumi. "Alleluya!" bergema dari hati yang pernah meragu, kini berseru dalam yakin yang menyala. Dia yang dicerca, dilukai, disangkal—telah bangkit dalam cahaya kekekalan, menyatakan dengan megah: Dia sungguh Allah. Dan kami, anak-anak Timor, menyambutnya dengan palate , suara riang yang merobek keheningan duka Jumat Agung. Sebab di Minggu yang pagi, di tengah cahaya yang baru, Dia yang dahulu di salib bagai penjahat, kini menampakkan wajah-Nya dalam kemuliaan. Sukacita menyelimuti, dan palate kami menjadi nyanyian jiwa— bergema dari pelosok hati hingga langit-langit waktu. Namun, pagi ini—Senin Paska Kedua— ketika sukacita paska masih hangat di dada, ketika palate belum lelah bersuara, sebuah kabar datang merobek hening: engkau telah pergi. Dunia terasa berhenti. Langit tak berwarna. Udara kehilangan napasnya. Kami menangis, bukan sekadar kehilangan, tapi karena dunia telah kehi...

Gang Dolorosa

Gambar
Terik panas bumi menghanguskan segala perjuangan batin. Dalam deru kaki kuda yang mengoncang kota tua yang tak terawat, terdengar desas-desus masa lalu yang merobek keheningan. Sepatu para hansip dari desa melangkah cepat menembus jalan berdebu, meninggalkan jejak yang hanya berupa debu yang mengusik, seakan tak bersalah. Waktu terus melangkah, jejaknya hampir tenggelam menuju peraduan senja, seiring pemuda dari desa itu digiring menuju kota yang katanya sumber keadilan. Benarkah demikian? Di sudut sana, di gang Dolorosa, seorang ibu berpakaian lusuh menatap dunia yang penuh hiruk-pikuk, seolah tak terkendali. Suara masa kini semakin bergema, menjalar hingga pelosok negeri, tetapi ia hanya bisa terdiam, tanpa tahu apa yang harus dilakukan. Di sampingnya, seorang gadis muda, yang memesona mata, namun seketika hilang dari pandangan, terhapus oleh debu tangisan batin. Mereka terus berjalan meski lambat, menapaki jejak-jejak yang hampir terlupakan. Detak waktu terasa mencekam. Suasan...

Rosa Mistika Punya Cerita

Gambar
  Umat KUB Sta. Maria Rosa Mistika Hujan di bulan Maret jatuh perlahan, membasahi tanah yang telah lama merindu. Namun, meskipun rintik hujan mengguyur dengan setia, ia tak pernah mampu menghapus semangat mereka yang ingin jumpa. Dengan langkah yang penuh makna, mereka berkumpul dalam keheningan waktu, mengikat kisah dan cerita yang terjalin dalam benang iman. Bulan ini, bulan yang penuh berkah, mereka menyebutnya sebagai bulan Aksi Puasa Pembangunan. Di bulan yang penuh makna ini, mereka bersama-sama memaknai perjalanan panjang mereka, merajut kenangan di tengah hujan dan harapan yang tak pernah padam. Mereka, para peziarah, berjalan dengan hati yang terbuka, melangkah bersama menapaki jalan yang penuh rahasia. Dalam setiap pertemuan, mereka tidak sekadar hadir secara fisik, tetapi hadir dalam jiwa yang menyatu dalam ikatan kasih dan perhatian. Mereka yang datang membawa kisah, berbagi cerita, dan saling meneguhkan dalam perjalanan iman. Di Rosa Mistika, tempat yang telah menj...

Hilang dan Air Mata Gea

Gambar
  Suara jangkrik yang berdesir mengisi sepi malam, mengiringi kesedihan yang menggulung hati. Di sudut kamarnya, Gea duduk termenung, wajahnya basah oleh air mata yang tak kunjung berhenti mengalir. Kehilangan ayah tercinta terasa seperti sebuah mimpi buruk yang sulit diterima. Kenapa harus begitu cepat? Kenapa harus engkau, ayah? Mengapa Tuhan begitu tega merancang drama hidup ini untukku? Gea mengalihkan pandangan ke jendela, berharap bisa melarikan diri dari kenyataan yang begitu pahit. Tapi tak ada yang bisa ia lakukan. Hanya kesepian yang menemani, dan tanya yang terus bergema dalam benaknya. Mengapa? Mengapa begitu cepat? Berita kehilangan itu datang seperti petir yang mengoyak langit. Semua yang ada di sekitarnya seolah-olah mendukungnya untuk menutup diri, mencari ketenangan dalam kesendirian. Teman-temannya yang khawatir mengetuk pintu, mengirim pesan, namun Gea tak memberi jawaban. Ia hanya ingin sendiri, meresapi setiap detik yang terasa begitu berat. Namun, mesk...

Pesona Jubahmu

Gambar
  Aku menyusuri bangku-bangku kosong, Di mana jejak kaki tak pernah lelah menunggu. Mencari tempat untuk bertekuk, memohon, Dalam diam, aku menapaki jalan panjang penuh kerinduan. Langkah kakiku, kuayun pasti, Menuju sujud, melangitkan doa tanpa kata. Aku seorang pengembara, Yang sedang berziarah, mengais harapan pada semesta. Mataku kupejam, tangan kuikatkan doa, Jari-jari saling menggenggam erat, tak ingin lepas. Mulutku terbungkam, namun hati berbicara, Aku seorang peziarah yang beradu harap. Aku memohon pada yang tak tampak, Berharap kelak aku selamat dari segala gemuruh dunia. Jubah putihmu menggodaku, Berpijak di tanah yang penuh doa, kini aku bertekuk dan memohon. Suatu saat, kelak, aku ingin berjubah sepertimu, Dengan segala kemuliaan yang terukir di ujung benang. Aku kagum pada pesona jubahmu, Menghadirkan ketenangan, menghapus kegelisahan. Aku pun berharap, di tahun pengharapan ini, Suatu saat nanti, harapan menjadi kenyataan, Menjadi seperti jubahmu, Menyelim...

Rosa dan Hening

Gambar
  Kelas nampak kosong. Semua penghuninya telah pergi mencari jalan lain, menyusuri kehidupan mereka yang kini tak lagi berbagi ruang yang sama. Di tengah hening, aku sempat berpikir, mungkin tak ada lagi yang tinggal di sini. Hanya sisa kursi yang terbengkalai, terpapang menuju papan yang sunyi, menatap tanpa kata. "Selamat siang, Mario." Suara itu datang dari sudut belakang kelas, memecah kesunyian yang memeluk ruangan. Aku terkejut. Ahhhh ternyata masih ada orang di sini, batinku berkata. "Hai, Ros. Kamu belum pulang?" tanyaku, merasa kaget dengan kehadirannya yang tiba-tiba. "Bagaimana mau pulang, beta masih beres-beres skripsi ini, beta mau konsul di dosen ni," jawab Rosa dengan logat Kupang-nya yang begitu kental, membuat kata-katanya terasa seperti alunan musik yang indah dan berat. Aku menghampirinya. Memang, ia tengah berjuang dengan tulisan akhirnya. Raut wajahnya penuh konsentrasi, namun ada kesan tenang di sana. Aku memutuskan untu...

Parfum dari Maria

Gambar
  Malam penuh kisah, berbisik lembut pada angin yang datang membawa rahasia. Menghantar aroma jiwa, yang perlahan mengisi ruang-ruang hening, menghidupkan kembali kenangan yang terlupakan. Senyum itu, yang terukir manis di sudut rumah tua, menjadi saksi diam perjalanan waktu. Di sana, di antara dinding-dinding yang pudar, tatap mata mereka bertemu. Mata yang tak pernah berdusta, penuh dengan ribuan cerita yang tak mampu dibahasakan. Dulu, rasa itu hanya bayang, angan yang tak pernah terjamah nyata. Namun, tatapan itu—ahhhhhhh, tatapan itu—yang meruntuhkan segala kemungkinan. Kini, aroma jiwa ada dalam kisah yang tak terucapkan. Derah dan deruh waktu bersatu, mencipta jalinan tak terduga, di mana setiap helaan napas terasa begitu berarti. Aroma jiwa itu tercium, bersembunyi dalam sela-sela waktu. Menyatu di senja jiwa, dalam kisah mereka yang tak ingin berakhir. Mereka hanya diam, berteduh dalam kisah yang terjalin tanpa suara, namun penuh dengan makna. *** Waktu berlari tan...

Laki-Laki Tak Bercerita

Gambar
  Bintang-bintang malam itu menari dengan penuh riang, seakan mereka tahu bahwa ada hati yang gelisah di bawah mereka. Di pinggir telaga yang sunyi, suara kodok berpadu dengan angin malam yang lembut, menemani sosok Rosa yang duduk termenung di pendopo rumah tua. Matanya terarah pada langit yang berhiaskan jutaan bintang, namun pikirannya terjerat pada kenangan yang begitu dalam—terutama pada curahan hati Lusy di Puskesmas tadi siang. Lusy, sahabatnya sejak mereka duduk di bangku SD, kini tengah bergelut dengan sebuah kenyataan pahit yang membuat Rosa tak habis pikir. Setegah itukah kelakuan Willy pada Lusy? Willy yang dulu begitu tampak sempurna di mata Lusy, kini hilang begitu saja tanpa jejak. Rosa merasa ada yang harus ia lakukan, sesuatu yang bisa membantu Lusy agar tidak terus tenggelam dalam kesedihan ini. Laki-laki harus tanggung jawab pada janjinya, pikir Rosa. Tidak boleh ada yang disia-siakan, apalagi cinta yang begitu tulus. Malam makin larut, namun Rosa tak kunju...

Valentine Dalam Diam

Gambar
Malam begitu dingin menusuk hingga ke relung jiwa, membawa kesunyian yang mendalam. Tiada suara yang mengganggu ketenangan, hanya seuntai rindu yang terucap dalam bisu, terbungkus kenangan yang pernah terjalin erat. Heningnya malam ini, bagai mengisahkan kembali cinta yang tak terucap di setiap sudut beranda sejarah. Valentine, kisah kasih yang kini terbingkai dalam chatingan, menjadi bekas yang abadi di hati mereka yang mencinta. Aku duduk di bangku paling belakang, menatap seorang Pria yang tergantung di kayu hina. Kisahnya tercatat dalam sejarah dua ribu tahun silam. Sebuah pengorbanan cinta yang tak terbagi. Di depanku, semua bangku kosong, tak ada yang menemani. Aku menunduk, bersujud, dan melihat dengan hati, Pria itu, yang bertopikan duri. Dia adalah Sang Pemilik Cinta sejati, yang kasih-Nya tak terbatas, meski dunia menolakNya. Aku teringat pada bocah kecil yang memberi roti dan anggur di ruang atas. Bocah itu, Marselino, dengan ketulusan hati yang sederhana, memberikan s...

Tunggu Episod Selanjutnya

Gambar
  Fajar belum juga tampil sebagai surya. Pagi-pagi benar dengan suasana yang sedikit berbeda. Entah kenapa ada sesuatu yang muncul dalam benak, yang sebenarnya telah direkam tentang hari ini. Sekian lama bersiap, kini tibalah saatnya kita bersama. Aku bermenung akan harapan perjumpaan, kini aku dalam bahasa penantian; Ku tenun cerita, mengenang kisah. tentang rasa yang pernah ada, namun menghilang. kini bersuah, setelah lama menghilang. dalam nada-nada kisah dan cerita kita, kini kita kembali. “Berlari Tiada Lesu, Berjalan Tanpa Lelah”. Semangat membara menghiasi jiwa-jiwa yang datang, tanpa cemas, tanpa kecewa, tanpa ada tanda melawan kenyataan. Mereka sukacita penuh gairah tawa. Tak satu pun yang dapat melawan kebahagiaan mereka. Setidaknya ada jejak rindu untuk bersama, setelah sekian langkah mengambil jarak sebab keadaan yang tak mungkin. Dalam raut wajah mereka tak ada kekecewaan. Hanya tawa ria menyambut kehangatan persahabatan. Mereka tidak kejar panggung unt...

Para Ibu dan Kekuatannya

Gambar
  Sebuah kapal menebar layar, perkasa, melawan samudra, mengayun kipas, menuju ketepian. Di sana, waktu berjalan, tertanam di setiap detik ada kilas balik, tentang kita di sini, di atas tanah yang kita cintai.   Para ibu, dengan tangan kokoh dan hati penuh harap mengayunkan senjata kata, satu-satunya kekuatan yang tersisa. Sekian lama mereka berjuang, bak layar kapal beradu dengan angin di tengah samudra. Mereka tetap berdiri, walau terjepit oleh kuasa yang buta, yang hanya memikirkan yang muluk, daripada jiwa-jiwa yang merindukan damai.   Kita negeri yang kaya, katanya. Ia benar. Apakah harus merusak pertiwi yang sekian lama telah di waris? Atau adat yang telah lama di jaga? Dan semuanya hampir terlupakan oleh waktu yang pergi. Betapa mirisnya negeri ini, Ketika para ibu, telanjang dada, Menjadi benteng terakhir, kekuatan dan kepasrahan.   Telanjang dada para ibu, tanda cinta yang membara akan tanah mereka yang ham...

Berguru Pada Sang Bunda

Gambar
  Mengarungi jalan panjang nan sunyi, Menyusuri lembah-lembah jalan, mencari jejakNya dalam bayang-bayang malam. Ditemani bintang, penuntun jalan gelap.   Berguru pada Sang Bunda, tuk menata hati. Dalam balutan pelukannya, tulus dan lembut, Memesonakan jiwa yang terus berziarah.   Bertahun-tahun dalam sunyi, terus bergelut menemukan jalan pulang. Jalan hidup menjadi sahabat Yang tak terpisahkan oleh waktu dan cerita Terus menuntun tanpa kata, penuh misteri.   Kini ku tatap jejak Sang Bunda Yang tak terhapus oleh gelombang waktu yang pergi Disinilah Wajah Sang Bunda menatap dengan sahaja Menembus kedalaman hati sang anak Membisikkan harapan di sudut-sudut hati.   Jalan ini penuh cerita Lika-liku yang terlukis bersama Sang Bunda Menjadi kenangan yang tak akan pergi Walau dunia dan kisahnya akan pergi juga. darvis_tarung Kupang, 31 Januari 2024

Surat Singkat di Ujung Senja

Gambar
  Masih terpendam dalam sanubari, sekumpulan pertanyaan yang tak mampu dijawab oleh siapa pun, meski tak satupun dari mereka yang rumit dan tak bisa dimengerti…   Pertanyaan itu terus berputar, seperti doa yang tiada henti, menjelma menjadi refleksi yang tak pernah usai. Ia menjadi penutup setiap halaman dalam buku harianku yang penuh cerita.   Mengapa harus aku? Mengapa aku? Mengapa aku? Pertanyaan ini terus mengalun, menari-nari di telingaku, setiap kali aku menutup malam, menutup kisah dalam catatan kecilku.   Doa-doa terus mengiringi perjalanan kita, tentang panggilan yang kita sambut, tentang semangat yang tak pernah padam untuk tetap setia pada jalan hidup yang telah kita pilih.   Malam ini, aku titipkan seuntai doa dengan namamu, dan sebaris kata terima kasih untuk dirimu yang telah menemani sejauh ini.   Kamu yang selalu ada, mendukung, mengingatkan untuk terus semangat,  menjaga diri,  me...