Postingan

Berharap

Gambar
     Pagi itu, dunia belum sepenuhnya bangun. Ayam pun enggan berkokok, seolah memberi ruang bagi embun terakhir hujan semalam untuk menetes pelan di ujung dedaunan. Tak ada suara memecah sunyi, hanya desau langkah yang beradu pelan dengan waktu di atas lantai rumah yang belum sempat disentuh dinginnya keramik. Malam telah pergi terlalu cepat, tak cukup bagi tubuh renta untuk mereguk utuh istirahat di atas ranjang tua—ranjang yang diam-diam menjadi saksi perjalanan panjang seorang pengembara: pencari sesuap harapan. Ia Bapak Fidelis. Penduduk sekitar memanggilnya Om Fidel. Ia dikenal seorang yang penuh perjuangan dan pekerja keras , walau usia sudah semakin menua. Hari itu tak jauh berbeda. Seperti biasa, sebelum jarum jam menyentuh angka tujuh, Fidelis sudah harus tiba di toko Aci Maya. Tak ada ruang untuk alasan. Tak ada waktu untuk terlambat. Perintah Aci Maya jelas dan lugas; "Selesaikan semuanya sebelum tengah hari. Lalu antarkan barang-barang ke Pa Dorus bersama...

Yang Tulus-Berjubah

Gambar
  Kaki ini melangkah perlahan, menyusuri anak tangga di depan Gereja tua yang penuh kenangan. Setiap pijakan terasa seperti mengetuk pintu waktu, menggiringku pada masa lalu yang tak pernah pergi. Tak ada jalan lain—hanya anak tangga itu, saksi bisu perjalanan batin yang tak pernah aku bayangkan akan berujung di sini. Di tengah gerimis yang lembut, aku melihatnya. Dia. Aku hanya seorang yang menanti waktu kapan bisa bisa berjumpah, dan akhirnya terjawab sudah. Kini penantian panjang tentang waktu, terjawab dalam pertemuan yang singkat di balik rintik-rintik hujan sore. Aku yang pertama menangkap bayangnya sore itu, namun dia tidak menyadari keberadaanku. Hujan turun perlahan, menyapu tanah dengan kelembutan yang menggetarkan jiwa. Hujan menjadi payung langit bagi perjumpaan yang begitu singkat, namun memahat kenangan yang tak akan terhapus. Hatiku berdegup tak menentu. Aku tahu dia pernah tersakiti oleh Renya—sahabatku yang pernah begitu dekat dengannya, lalu pergi begitu saj...

Dari Sukacita Paska ke Sunyi Kehilangan

Gambar
Desas-desus kebangkitan-Nya tak lagi bisu—telah menyebar ke empat penjuru bumi. "Alleluya!" bergema dari hati yang pernah meragu, kini berseru dalam yakin yang menyala. Dia yang dicerca, dilukai, disangkal—telah bangkit dalam cahaya kekekalan, menyatakan dengan megah: Dia sungguh Allah. Dan kami, anak-anak Timor, menyambutnya dengan palate , suara riang yang merobek keheningan duka Jumat Agung. Sebab di Minggu yang pagi, di tengah cahaya yang baru, Dia yang dahulu di salib bagai penjahat, kini menampakkan wajah-Nya dalam kemuliaan. Sukacita menyelimuti, dan palate kami menjadi nyanyian jiwa— bergema dari pelosok hati hingga langit-langit waktu. Namun, pagi ini—Senin Paska Kedua— ketika sukacita paska masih hangat di dada, ketika palate belum lelah bersuara, sebuah kabar datang merobek hening: engkau telah pergi. Dunia terasa berhenti. Langit tak berwarna. Udara kehilangan napasnya. Kami menangis, bukan sekadar kehilangan, tapi karena dunia telah kehi...

Gang Dolorosa

Gambar
Terik panas bumi menghanguskan segala perjuangan batin. Dalam deru kaki kuda yang mengoncang kota tua yang tak terawat, terdengar desas-desus masa lalu yang merobek keheningan. Sepatu para hansip dari desa melangkah cepat menembus jalan berdebu, meninggalkan jejak yang hanya berupa debu yang mengusik, seakan tak bersalah. Waktu terus melangkah, jejaknya hampir tenggelam menuju peraduan senja, seiring pemuda dari desa itu digiring menuju kota yang katanya sumber keadilan. Benarkah demikian? Di sudut sana, di gang Dolorosa, seorang ibu berpakaian lusuh menatap dunia yang penuh hiruk-pikuk, seolah tak terkendali. Suara masa kini semakin bergema, menjalar hingga pelosok negeri, tetapi ia hanya bisa terdiam, tanpa tahu apa yang harus dilakukan. Di sampingnya, seorang gadis muda, yang memesona mata, namun seketika hilang dari pandangan, terhapus oleh debu tangisan batin. Mereka terus berjalan meski lambat, menapaki jejak-jejak yang hampir terlupakan. Detak waktu terasa mencekam. Suasan...

Rosa Mistika Punya Cerita

Gambar
  Umat KUB Sta. Maria Rosa Mistika Hujan di bulan Maret jatuh perlahan, membasahi tanah yang telah lama merindu. Namun, meskipun rintik hujan mengguyur dengan setia, ia tak pernah mampu menghapus semangat mereka yang ingin jumpa. Dengan langkah yang penuh makna, mereka berkumpul dalam keheningan waktu, mengikat kisah dan cerita yang terjalin dalam benang iman. Bulan ini, bulan yang penuh berkah, mereka menyebutnya sebagai bulan Aksi Puasa Pembangunan. Di bulan yang penuh makna ini, mereka bersama-sama memaknai perjalanan panjang mereka, merajut kenangan di tengah hujan dan harapan yang tak pernah padam. Mereka, para peziarah, berjalan dengan hati yang terbuka, melangkah bersama menapaki jalan yang penuh rahasia. Dalam setiap pertemuan, mereka tidak sekadar hadir secara fisik, tetapi hadir dalam jiwa yang menyatu dalam ikatan kasih dan perhatian. Mereka yang datang membawa kisah, berbagi cerita, dan saling meneguhkan dalam perjalanan iman. Di Rosa Mistika, tempat yang telah menj...

Hilang dan Air Mata Gea

Gambar
  Suara jangkrik yang berdesir mengisi sepi malam, mengiringi kesedihan yang menggulung hati. Di sudut kamarnya, Gea duduk termenung, wajahnya basah oleh air mata yang tak kunjung berhenti mengalir. Kehilangan ayah tercinta terasa seperti sebuah mimpi buruk yang sulit diterima. Kenapa harus begitu cepat? Kenapa harus engkau, ayah? Mengapa Tuhan begitu tega merancang drama hidup ini untukku? Gea mengalihkan pandangan ke jendela, berharap bisa melarikan diri dari kenyataan yang begitu pahit. Tapi tak ada yang bisa ia lakukan. Hanya kesepian yang menemani, dan tanya yang terus bergema dalam benaknya. Mengapa? Mengapa begitu cepat? Berita kehilangan itu datang seperti petir yang mengoyak langit. Semua yang ada di sekitarnya seolah-olah mendukungnya untuk menutup diri, mencari ketenangan dalam kesendirian. Teman-temannya yang khawatir mengetuk pintu, mengirim pesan, namun Gea tak memberi jawaban. Ia hanya ingin sendiri, meresapi setiap detik yang terasa begitu berat. Namun, mesk...

Pesona Jubahmu

Gambar
  Aku menyusuri bangku-bangku kosong, Di mana jejak kaki tak pernah lelah menunggu. Mencari tempat untuk bertekuk, memohon, Dalam diam, aku menapaki jalan panjang penuh kerinduan. Langkah kakiku, kuayun pasti, Menuju sujud, melangitkan doa tanpa kata. Aku seorang pengembara, Yang sedang berziarah, mengais harapan pada semesta. Mataku kupejam, tangan kuikatkan doa, Jari-jari saling menggenggam erat, tak ingin lepas. Mulutku terbungkam, namun hati berbicara, Aku seorang peziarah yang beradu harap. Aku memohon pada yang tak tampak, Berharap kelak aku selamat dari segala gemuruh dunia. Jubah putihmu menggodaku, Berpijak di tanah yang penuh doa, kini aku bertekuk dan memohon. Suatu saat, kelak, aku ingin berjubah sepertimu, Dengan segala kemuliaan yang terukir di ujung benang. Aku kagum pada pesona jubahmu, Menghadirkan ketenangan, menghapus kegelisahan. Aku pun berharap, di tahun pengharapan ini, Suatu saat nanti, harapan menjadi kenyataan, Menjadi seperti jubahmu, Menyelim...

Rosa dan Hening

Gambar
  Kelas nampak kosong. Semua penghuninya telah pergi mencari jalan lain, menyusuri kehidupan mereka yang kini tak lagi berbagi ruang yang sama. Di tengah hening, aku sempat berpikir, mungkin tak ada lagi yang tinggal di sini. Hanya sisa kursi yang terbengkalai, terpapang menuju papan yang sunyi, menatap tanpa kata. "Selamat siang, Mario." Suara itu datang dari sudut belakang kelas, memecah kesunyian yang memeluk ruangan. Aku terkejut. Ahhhh ternyata masih ada orang di sini, batinku berkata. "Hai, Ros. Kamu belum pulang?" tanyaku, merasa kaget dengan kehadirannya yang tiba-tiba. "Bagaimana mau pulang, beta masih beres-beres skripsi ini, beta mau konsul di dosen ni," jawab Rosa dengan logat Kupang-nya yang begitu kental, membuat kata-katanya terasa seperti alunan musik yang indah dan berat. Aku menghampirinya. Memang, ia tengah berjuang dengan tulisan akhirnya. Raut wajahnya penuh konsentrasi, namun ada kesan tenang di sana. Aku memutuskan untu...

Parfum dari Maria

Gambar
  Malam penuh kisah, berbisik lembut pada angin yang datang membawa rahasia. Menghantar aroma jiwa, yang perlahan mengisi ruang-ruang hening, menghidupkan kembali kenangan yang terlupakan. Senyum itu, yang terukir manis di sudut rumah tua, menjadi saksi diam perjalanan waktu. Di sana, di antara dinding-dinding yang pudar, tatap mata mereka bertemu. Mata yang tak pernah berdusta, penuh dengan ribuan cerita yang tak mampu dibahasakan. Dulu, rasa itu hanya bayang, angan yang tak pernah terjamah nyata. Namun, tatapan itu—ahhhhhhh, tatapan itu—yang meruntuhkan segala kemungkinan. Kini, aroma jiwa ada dalam kisah yang tak terucapkan. Derah dan deruh waktu bersatu, mencipta jalinan tak terduga, di mana setiap helaan napas terasa begitu berarti. Aroma jiwa itu tercium, bersembunyi dalam sela-sela waktu. Menyatu di senja jiwa, dalam kisah mereka yang tak ingin berakhir. Mereka hanya diam, berteduh dalam kisah yang terjalin tanpa suara, namun penuh dengan makna. *** Waktu berlari tan...

Laki-Laki Tak Bercerita

Gambar
  Bintang-bintang malam itu menari dengan penuh riang, seakan mereka tahu bahwa ada hati yang gelisah di bawah mereka. Di pinggir telaga yang sunyi, suara kodok berpadu dengan angin malam yang lembut, menemani sosok Rosa yang duduk termenung di pendopo rumah tua. Matanya terarah pada langit yang berhiaskan jutaan bintang, namun pikirannya terjerat pada kenangan yang begitu dalam—terutama pada curahan hati Lusy di Puskesmas tadi siang. Lusy, sahabatnya sejak mereka duduk di bangku SD, kini tengah bergelut dengan sebuah kenyataan pahit yang membuat Rosa tak habis pikir. Setegah itukah kelakuan Willy pada Lusy? Willy yang dulu begitu tampak sempurna di mata Lusy, kini hilang begitu saja tanpa jejak. Rosa merasa ada yang harus ia lakukan, sesuatu yang bisa membantu Lusy agar tidak terus tenggelam dalam kesedihan ini. Laki-laki harus tanggung jawab pada janjinya, pikir Rosa. Tidak boleh ada yang disia-siakan, apalagi cinta yang begitu tulus. Malam makin larut, namun Rosa tak kunju...

Valentine Dalam Diam

Gambar
Malam begitu dingin menusuk hingga ke relung jiwa, membawa kesunyian yang mendalam. Tiada suara yang mengganggu ketenangan, hanya seuntai rindu yang terucap dalam bisu, terbungkus kenangan yang pernah terjalin erat. Heningnya malam ini, bagai mengisahkan kembali cinta yang tak terucap di setiap sudut beranda sejarah. Valentine, kisah kasih yang kini terbingkai dalam chatingan, menjadi bekas yang abadi di hati mereka yang mencinta. Aku duduk di bangku paling belakang, menatap seorang Pria yang tergantung di kayu hina. Kisahnya tercatat dalam sejarah dua ribu tahun silam. Sebuah pengorbanan cinta yang tak terbagi. Di depanku, semua bangku kosong, tak ada yang menemani. Aku menunduk, bersujud, dan melihat dengan hati, Pria itu, yang bertopikan duri. Dia adalah Sang Pemilik Cinta sejati, yang kasih-Nya tak terbatas, meski dunia menolakNya. Aku teringat pada bocah kecil yang memberi roti dan anggur di ruang atas. Bocah itu, Marselino, dengan ketulusan hati yang sederhana, memberikan s...