Postingan

Menampilkan postingan dari November, 2024

Persembahan Hati

Gambar
 Di bawah langit pagi yang cerah, Terselip doa dalam bisik yang lirih Untukmu, wahai sang pembawa cahaya Guru, penjaga asa, pelukis masa depan dunia. Engkaulah matahari di setiap pagi, Yang tak lelah membagi sinar pada jiwa-jiwa kecil, Meski malam sering mencuri lelapmu, Kau tetap hadir dengan senyum yang syahdu. Kami adalah kanvas kosong tak berwarna, Namun kuasmu melukis cerita penuh makna Membimbing langkah, memberi arah, Hingga kami berani melawan badai yang menghadang. Tiada kata yang cukup menggambarkan jasamu Hanya hati yang bergetar penuh rindu, Untuk membalas kasih yang tak terukur, Namun engkau selalu memberi, tak pernah surut. Di hari ini, wahai guru tercinta, Kami persembahkan hati yang tulus dan doa, Agar kau senantiasa kuat, bahagia, dan mulia, Karena tanpamu, mimpi kami hanyalah angan belaka. Selamat Hari Guru, wahai Pelita Hati, Namamu terukir dalam perjalanan kami.                        By Lywun

Surat kecil untuk Guruku

Gambar
  Suara mu menggema di sudut ruang ini Menyentuh relung hati, menuntun langkahku. Tanganmu yang lembut, menepuk pundakku, Mengajarkan, mengingatkan, tanpa lelah mengharap. Dalam balutan rasa, engkau memejamkan mata, dengan hatimu bersujud, “Tuhan semoga mereka sukses” Doamu menggema Semesta pun ikut terdengar.   Waktu adalah Pengorbanan bagimu Sekian waktu engkau berikan kepada anak-anak yang bukan dari rahimmu. Namun, cinta yang membakar dan menyala sehingga engkau menembus setiap batas “mereka bukan anakku”.   Betapa mulianya engkau di panggil guruku sayang. Dengan kaca berlinang, sabar, penuh berharap, mereka akan mengenang jasamu. Kau menabur benih-benih harapan, Yang suatu hari akan tumbuh dan mengenangmu.   Coretan kecilku mengisahkan terima kasihku, Namun tak sepadan membalas cintamu. Doamu menyertai jalanku, Jalanku adalah jejak-jejakmu yang takkan pernah pudar. Doaku; sehat dan sukses selalu guruku.   “S...

Dua Jalan; Jejak Cinta Yang Tak Terlupakan

Gambar
  Kulangkahkan kaki, menyusuri jejak lama di sebuah sekolah tua, yang termakan usia. Walau pu begitu, kenangan yang pernah aku gores disana tak termakan oleh waktu yang pergi tanpa kembali. Hanya memori lama yang menjadi saksi bisu sekaligus membongkar kenangan bersama Nana, yang aku sebut pengagum rasahasiaku dulu. “Eh, mau ke mana, Nel?” teriakku melihat Nela berjalan menjauh. “Sebentar, aku cuma mau cari minum,” jawab Nela sambil terus melangkah. Aku hanya menggerutu dalam hati. Rasanya waktu berjalan lambat. Aku menunggu, tidak sabar untuk kembali bertemu dengan Nana pengagum rahasiaku.. “Selamat pagi, Suster cantik,” sapanya lembut.   Aku berbalik badan. Tanpa sengaja, mata kami bertemu, dan dalam sekejap, dunia terasa hening. Seolah hanya kami berdua yang ada di dunia ini. Di balik senyumnya yang mempesona, aku merasakan sesuatu yang lama tak kutemui. Nana Adryan, pengagumku kala itu. “Eh, Adryan, apa kabar?” tanyaku dengan canggung, meski hatiku berdetak kenca...

Kursi Kosong Untuk Ema

Gambar
  Hampir dua setengah jam aku duduk menantinya di sini. Dalam lirikku tak tersilihkan dengan baju hijau kekhasan fakultas mereka, sebagai tanda identitas diri. Deretan bangku kedua disamping belakangku, dipenuhi dengan mereka yang beralmamater hijau tua itu. Adakah dirinya diantara mereka? Perasaanku menantinya seperti jagung yang baru tanam menanti datangnya hujan. Sekian kalinya aku bersama mataku tertuju pada pintu masuk- mudah-mudahan wajahnya ada diantara mereka yang masuk . Ternyata pandanganku itu hanya membuat mataku perih tak beralasan. Ema dimana? Satu-satunya caraku agar aku tak dapat lelah memperhatikan mereka yang terus datang. Seandainya E ma datang, tahukah ia bahwa aku lama menantinya di sini? Setelah lima belas menit Ema belum juga menjawab. Aku tahu, acara ini bukan acara penting baginya, tapi aku berharap dia ada di sini, duduk di kursi yang telah aku siapkan untuknya. Kursi kosong itu semakin menambah rasa cemasku. “Acara kita akan dimulai lima menit lag...

Hilang

Gambar
Setangkai mawar yang engkau beri,  menceritakan kisah seusai senja. Namun, kisah kita hanya sementara,  ketika waktu harus pamit pulang. Kepergianmu tak membuatku berhenti  tuk terus mendoakanmu. Doaku menyertai jalanmu. # d'tarung story

Oepaha: Cerita Senja Sehabis Hujan

Gambar
Cerita senja sehabis hujan Menenun kata dan cerita tentang kita dibawa langit senja. Dalam tetesan hujan di pertengahan november  langkah dan jejakmu terkurung dalam lembaran abstrak kisahku. Dalam polesan waktu itu, Cerita senja sehabis hujan Menemani diamku dan waktuku. Rautmu menghipnotis setiap jejakku dalam bayang lupa. Hadirmu seperti senja di Oepaha yang tak pergi begitu saja, namun tentang cerita aku bersama bayangmu. Akanku tulis cerita ini dalam waktu  Senja seusai hujan di bukit Oepaha.  Oepaha, 16 Nov. 2024

RINTIHAN DI PAGI YANG KELAM

Gambar
RINTIHAN DI PAGI YANG KELAM (Fr. Darvis Tarung, CMF)   Detak-detik waktu memberi kabar Di fajar itu, rintih terdengar pilu, Dari kampung yang tak terlupakan, Gema tangis menyesak sudut pertiwi .   Ada kabar pagi, Bukan suka namun duka yang memeluk setiap jiwa. Mereka yang terlantar, tanpa arah, Menuju camp yang tak tahu keadaannya. Suara tangis, bercampur gundah, Berkecamuk di lorong Lewotobi, Menggema ke seluruh semesta, Menggetarkan hati yang tak dapat diam.   Aku ‘yang lain’ Turut rasa gelisah Sebab mereka merintih dan tak berpengharapan, Di balik bayang malam yang kelam.   Dalam khusuk doa di ruang sunyi Seuntaian kata yang tak bertepi, Terdengar rintihan mereka yang larut dalam bayang-bayang malam mereka berharap dan berharap semoga banyak tangan yang berbelaskasihan   Kupang,7 November 2024      

Limabelas November

Gambar
Limabelas November, tahun yang tak pernah terlewatkan dalam sejarah hidupku. Sebuah tanggal yang terpatri di langit dan bumi, sebagai saksi bisu kelahiran seorang anak yang dibalut dalam kasih sayang kedua orang tua. Di bawah sinar mentari yang perlahan naik ke puncak, kehidupan baru dimulai. Nunuh Amasat, tanah yang sunyi, menjadi saksi pertama di mana harapan dan doa disematkan dalam setiap nafas yang terhembus. Ibu… suara lembutnya selalu memenuhi angkasa, bergetar dalam setiap bait-bait penantian. Suaranya seperti melodi yang tak bisa terucapkan dengan kata-kata, hanya dapat dirasakan melalui getar jiwa yang dalam. Di saat itu, bumi bersorak riang, menunggu sang anak hadir, menanti janji yang telah lama terucap. Ayah, dengan wajah penuh kebahagiaan, menyanyikan kidung sukacita, menggetarkan setiap bagian dari semesta yang mendengar. Sementara Ibu, dengan senyum yang tak terkatakan, memadahkan lagu gembira, menyambut kehadiran malaikat kecil yang akan mengisi ruang hidup merek...

Doamu dan Jalanku

Gambar
  Suara sujudmu menggema dalam heningku. Di rumah yang sunyi ini, aku berada di hadapan-Nya, menyimak setiap kata yang terucap dalam ketundukanmu, menembus ruang jiwa yang lama tertidur dari sorak dunia. Dalam kebisuan ini, aku merasa seperti dipanggil kembali untuk mengingat segala hal yang telah kita lukis bersama, dalam bayang-bayang waktu yang seakan tak pernah selesai. Haruskah aku menginventarisasi semua rasa yang pernah kita bangun? Semua jejak yang kita tinggalkan dalam rasa jumpa itu? Dilema ini menggelayuti hatiku. Di setiap ukiran kisah kita, aku masih melihat senyummu, yang tak pernah terhapus meski malam telah turun, menyelimuti dunia dengan bayangan senja. Pukul lima hampir senja, di Februari yang silam, wajahmu muncul di antara ruang waktu yang kita sebut pertemuan pertama. Aku tak pernah membayangkan, bahwa kilatan senyummu itu akan terukir begitu dalam di hati ini. Senja itu, senyummu abadi dalam setiap goresan yang kugoreskan pada lembaran kenangan. Pena dan...

Lorong San Juan

Gambar
Senja baru baru saja pamit. Lampion yang mulai bercahaya menjemput malam mulai menerangi sudut-sudut gelap Lorong San Juan. Tak ada suara pesta yang biasa terdengar di lorong ini, hanya ratap mengenang kepergian dia dan mereka. Di dua November ini, tiada lagi cerita, hanya air mata yang tertinggal; mereka pernah ada di sini, namun kini melayang entah ke mana, tak pasti kapan kita kan bertemu lagi. Waktu berlalu, namun kenangan tak pernah pudar. Dalam bayang rindu dan tanya yang menghantui, aku duduk di bawah kaki salib, menatap wajah yang ikhlas, menebus setiap jiwa yang rindu akan pulang. Di bangku paling belakang, aku melantunkan lagu pembuka, bersuara bersama jiwa-jiwa yang masih menggema, seolah menanti untuk kembali, seperti mereka yang kini kami ratapi. Akan tiba waktunya bagi ku untuk kembali? Tuhan aku belum siap. Setiap nama yang dibacakan oleh Bapa pastor, mengingatkan aku akan suatu saat nanti namaku dibacakan juga. Suara Bapa pastor mengalun lembut, meski kada...