Doamu dan Jalanku
Suara
sujudmu menggema dalam heningku. Di rumah yang sunyi ini, aku berada di
hadapan-Nya, menyimak setiap kata yang terucap dalam ketundukanmu, menembus
ruang jiwa yang lama tertidur dari sorak dunia. Dalam kebisuan ini, aku merasa
seperti dipanggil kembali untuk mengingat segala hal yang telah kita lukis
bersama, dalam bayang-bayang waktu yang seakan tak pernah selesai.
Haruskah
aku menginventarisasi semua rasa yang pernah kita bangun? Semua jejak yang kita
tinggalkan dalam rasa jumpa itu? Dilema ini menggelayuti hatiku. Di setiap
ukiran kisah kita, aku masih melihat senyummu, yang tak pernah terhapus meski
malam telah turun, menyelimuti dunia dengan bayangan senja.
Pukul
lima hampir senja, di Februari yang silam, wajahmu muncul di antara ruang waktu
yang kita sebut pertemuan pertama. Aku tak pernah membayangkan, bahwa kilatan
senyummu itu akan terukir begitu dalam di hati ini. Senja itu, senyummu abadi
dalam setiap goresan yang kugoreskan pada lembaran kenangan. Pena dan jariku
pernah menari, mengabadikan senyummu dalam setiap bait kertas putih yang penuh
dengan rasa. Kini, aku kembali menelusuri jejak-jejak itu, dalam polesan
kenangan yang tak pernah pudar.
Nana, semangat selalu dalam setiap panggilanmu.
Kata-kata itu, yang datang seperti doa, mengalir begitu dalam dalam denyut
heningku. Tak ada kalimat lain yang bisa menggambarkan kedalaman pesanmu,
selain doa yang memanggil semangat dalam setiap langkahku. Kata-katamu bukan
sekadar kata, melainkan api yang membakar, membangkitkan semangat dalam setiap
jejak-jejak perjalanan hidupku, entah ke mana aku pergi.
Tak
ada waktu untuk kembali di waktu itu. Hanya mimpi yang memberi janji; bahwa
suatu saat nanti, kita akan jumpa lagi. Apakah itu sebuah doa di senja yang
memeluk bumi dan pergi dengan penuh harapan? Akankah kita bertemu lagi, dengan
jiwa yang sama-sama mengenang rasa yang kita tanam di awal jumpa? Kini aku
hanya menanti waktu yang akan membawa mimpi itu menjadi kenyataan.
Nana, apa kabar?
Salam hangat di episode kedua jumpa kita, dalam sajak-sajak kata yang
membangkitkan memori lama. Aku teringat akan mimpi yang pernah terlintas dalam
benakku; akankah kita jumpa lagi? Mimpi itu terkabul, melalui layar kecil di
tangan kita—di dunia maya yang tiba-tiba menyatukan kita kembali. Kata-kata itu
kembali terdengar di notifikasi ponselku; Nana,
semangat selalu.
Setiap
detik yang kulalui, seakan ada mimpi yang harus kucapai. Di rumah yang hening
ini, aku kembali bercerita tentang wajahmu, yang selalu tersenyum meski dunia
sibuk dengan urusannya. Setiap detakan waktu yang berlalu, meninggalkan jejak
tentang dirimu. Engkau hadir dalam setiap kisah ceritaku, seakan waktu tak
pernah bisa memisahkan kita.
Kini,
waktu mengajarkanku untuk selalu bergerak maju, tanpa bisa kembali ke masa
lalu. Namun, waktu juga menyimpan kenangan tentangmu, dalam setiap doa yang
terbang menggapai langit. Setiap kata yang aku ucapkan, seakan dipoles dengan
harapan yang tak terbatas. Alunan syairmu menembus batas hening rumah biara
ini, tempat aku beradu dengan Sang Khalik. Siul burung gereja membawa kabar
tentang dirimu, yang selalu mendoakanku dari jauh.
Gerbang
biara ini menjadi saksi bisu pertemuan kita, saksi bagi setiap kata dan langkah
yang kita ambil bersama. Syair-syair perpisahan menari dengan ikhlas, bersama
angin senja yang berhembus lembut, membawa kita kembali kepada kenangan itu.
Kehadiranmu mengubah setiap langkahku, mengayun dengan penuh roh dan keyakinan.
Dan kini, seberkas memori itu tak bisa terhapus oleh ombak yang datang
memaksaku pergi.
Mantra
yang kau ucapkan—Nana,
semangat selalu—selalu terngiang dalam setiap heningku. Aku yang
tak pernah menyangka akan sampai sejauh ini, kini merenung dalam diam, kata
demi kata doa sucimu menuntun setiap langkahku. Akhirnya, aku sadar bahwa doamu
telah mengiringi setiap jalanku, memberi arah pada langkah-langkah yang kuambil.
darvis_tarung
Kupang, 11 November 2024
Komentar