Pejuang Ijazah di Kaki Bunda Maria

 

Gua Maria, Scolastikat Hati Maria-
Claretian Kupang

Dibawah kakimu, Bunda, aku duduk dalam diam,
menenun kepedihanku dengan benang-benang ketabahan yang mulai rapuh.
Malam-malam panjang telah menjadi sahabat setiaku,
namun malam ini...
ia terlalu sunyi untuk mengerti tangisku yang tak berbunyi.

Tugas akhirku, Bunda...
bukan hanya tentang kertas dan tinta,
tetapi tentang serpihan mimpi yang kubawa sejak lama,
dan kini mulai kehilangan bentuknya.

Aku tak tahu lagi arah.
Layar perahuku terkoyak angin keraguan,
kompasku rusak, dan laut dalam diriku bergemuruh tanpa ampun.
Bunda... apakah ini akhir dari semua yang kutabur dengan harapan?

Di pojok taman yang menua bersama kenangan,
aku bersandar pada doa yang tak selesai.
Menanti jawaban yang tak pernah menjelma,
hanya dinding-dinding kampus yang memantulkan sunyi.

Aku baru saja pulang dari konsultasi...
tapi pulang kali ini terasa seperti pulang dari medan perang tanpa kemenangan.
Aku kalah, Bunda.
Kalah oleh harapan yang menggantung tanpa tali.

Bunda,
apa salahku mencintai ilmu setulus ini?
Apa dosaku hingga aku harus menyeka peluh dan luka bersamaan?

Aku ingin menangis—namun air mataku pun pergi meninggalkanku.
Aku ingin berteriak—tapi suaraku memilih diam karena terlalu lelah menjelaskan.

Bunda,
di pelukanmu aku berharap ada sejenak kelegaan.
Dalam doamu, aku ingin percaya kembali,
meski hatiku kini seperti kertas yang hampir hangus terbakar kecewa.

Jika ini bukan akhirnya,
tolong genggam tanganku, Bunda.
Arahkan aku pulang...
ke pelabuhan damai yang hanya engkau tahu jalannya.

darvis_tarung

Gua Maria SHM Kupang,  14 Juni 2025

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jejak Langkah Raynildis: Perjalanan Dalam Sunyi

Lorong San Juan

Oa