Dari Sukacita Paska ke Sunyi Kehilangan
.jpg)
Desas-desus kebangkitan-Nya tak lagi bisu—telah menyebar ke empat penjuru bumi. "Alleluya!" bergema dari hati yang pernah meragu, kini berseru dalam yakin yang menyala. Dia yang dicerca, dilukai, disangkal—telah bangkit dalam cahaya kekekalan, menyatakan dengan megah: Dia sungguh Allah. Dan kami, anak-anak Timor, menyambutnya dengan palate , suara riang yang merobek keheningan duka Jumat Agung. Sebab di Minggu yang pagi, di tengah cahaya yang baru, Dia yang dahulu di salib bagai penjahat, kini menampakkan wajah-Nya dalam kemuliaan. Sukacita menyelimuti, dan palate kami menjadi nyanyian jiwa— bergema dari pelosok hati hingga langit-langit waktu. Namun, pagi ini—Senin Paska Kedua— ketika sukacita paska masih hangat di dada, ketika palate belum lelah bersuara, sebuah kabar datang merobek hening: engkau telah pergi. Dunia terasa berhenti. Langit tak berwarna. Udara kehilangan napasnya. Kami menangis, bukan sekadar kehilangan, tapi karena dunia telah kehi...