Postingan

Menampilkan postingan dari Februari, 2025

Laki-Laki Tak Bercerita

Gambar
  Bintang-bintang malam itu menari dengan penuh riang, seakan mereka tahu bahwa ada hati yang gelisah di bawah mereka. Di pinggir telaga yang sunyi, suara kodok berpadu dengan angin malam yang lembut, menemani sosok Rosa yang duduk termenung di pendopo rumah tua. Matanya terarah pada langit yang berhiaskan jutaan bintang, namun pikirannya terjerat pada kenangan yang begitu dalam—terutama pada curahan hati Lusy di Puskesmas tadi siang. Lusy, sahabatnya sejak mereka duduk di bangku SD, kini tengah bergelut dengan sebuah kenyataan pahit yang membuat Rosa tak habis pikir. Setegah itukah kelakuan Willy pada Lusy? Willy yang dulu begitu tampak sempurna di mata Lusy, kini hilang begitu saja tanpa jejak. Rosa merasa ada yang harus ia lakukan, sesuatu yang bisa membantu Lusy agar tidak terus tenggelam dalam kesedihan ini. Laki-laki harus tanggung jawab pada janjinya, pikir Rosa. Tidak boleh ada yang disia-siakan, apalagi cinta yang begitu tulus. Malam makin larut, namun Rosa tak kunju...

Valentine Dalam Diam

Gambar
Malam begitu dingin menusuk hingga ke relung jiwa, membawa kesunyian yang mendalam. Tiada suara yang mengganggu ketenangan, hanya seuntai rindu yang terucap dalam bisu, terbungkus kenangan yang pernah terjalin erat. Heningnya malam ini, bagai mengisahkan kembali cinta yang tak terucap di setiap sudut beranda sejarah. Valentine, kisah kasih yang kini terbingkai dalam chatingan, menjadi bekas yang abadi di hati mereka yang mencinta. Aku duduk di bangku paling belakang, menatap seorang Pria yang tergantung di kayu hina. Kisahnya tercatat dalam sejarah dua ribu tahun silam. Sebuah pengorbanan cinta yang tak terbagi. Di depanku, semua bangku kosong, tak ada yang menemani. Aku menunduk, bersujud, dan melihat dengan hati, Pria itu, yang bertopikan duri. Dia adalah Sang Pemilik Cinta sejati, yang kasih-Nya tak terbatas, meski dunia menolakNya. Aku teringat pada bocah kecil yang memberi roti dan anggur di ruang atas. Bocah itu, Marselino, dengan ketulusan hati yang sederhana, memberikan s...

Tunggu Episod Selanjutnya

Gambar
  Fajar belum juga tampil sebagai surya. Pagi-pagi benar dengan suasana yang sedikit berbeda. Entah kenapa ada sesuatu yang muncul dalam benak, yang sebenarnya telah direkam tentang hari ini. Sekian lama bersiap, kini tibalah saatnya kita bersama. Aku bermenung akan harapan perjumpaan, kini aku dalam bahasa penantian; Ku tenun cerita, mengenang kisah. tentang rasa yang pernah ada, namun menghilang. kini bersuah, setelah lama menghilang. dalam nada-nada kisah dan cerita kita, kini kita kembali. “Berlari Tiada Lesu, Berjalan Tanpa Lelah”. Semangat membara menghiasi jiwa-jiwa yang datang, tanpa cemas, tanpa kecewa, tanpa ada tanda melawan kenyataan. Mereka sukacita penuh gairah tawa. Tak satu pun yang dapat melawan kebahagiaan mereka. Setidaknya ada jejak rindu untuk bersama, setelah sekian langkah mengambil jarak sebab keadaan yang tak mungkin. Dalam raut wajah mereka tak ada kekecewaan. Hanya tawa ria menyambut kehangatan persahabatan. Mereka tidak kejar panggung unt...

Para Ibu dan Kekuatannya

Gambar
  Sebuah kapal menebar layar, perkasa, melawan samudra, mengayun kipas, menuju ketepian. Di sana, waktu berjalan, tertanam di setiap detik ada kilas balik, tentang kita di sini, di atas tanah yang kita cintai.   Para ibu, dengan tangan kokoh dan hati penuh harap mengayunkan senjata kata, satu-satunya kekuatan yang tersisa. Sekian lama mereka berjuang, bak layar kapal beradu dengan angin di tengah samudra. Mereka tetap berdiri, walau terjepit oleh kuasa yang buta, yang hanya memikirkan yang muluk, daripada jiwa-jiwa yang merindukan damai.   Kita negeri yang kaya, katanya. Ia benar. Apakah harus merusak pertiwi yang sekian lama telah di waris? Atau adat yang telah lama di jaga? Dan semuanya hampir terlupakan oleh waktu yang pergi. Betapa mirisnya negeri ini, Ketika para ibu, telanjang dada, Menjadi benteng terakhir, kekuatan dan kepasrahan.   Telanjang dada para ibu, tanda cinta yang membara akan tanah mereka yang ham...