Hanya ingin “Viral”????
Di
bawah langit yang semakin luas, dunia kita yang bergerak, berputar, dan
berkembang, sejuta sejarah dikisahkan dan dalam sekejap tersebar ke sudut-sudut
yang tak pernah dijangkau. Kehidupan manusia dewasa ini mengalami kemajuan
sekaligus kemunduran. Kemajuan itu merupakan suatu bentuk apresiasi, karena
manusia pada dasarnya pribadi yang “bergerak” atau tidak statis. Keadaan yang
demikian merupakan situasi dimana manusia mengalami transformasi- bergerak
sehingga berkembang. Di balik gemerlapnya teknologi dan inovasi, ada
bayang-bayang yang tak kasatmata namun terasa, menggerogoti dasar-dasar nilai
yang dulu kokoh. Manusia kini seakan bergerak tanpa arah yang jelas, terjebak
dalam kecepatan tanpa menyadari tujuan yang sejati.
Lain
dulu, lain sekarang, itulah ungkapan seorang nenek tua yang terus kumandang,
disela menasehati cucunya, yang katanya anak milenial, generasi z dan lain
sebagainya. Namun, kemajuan jalan beriringan dengan kemunduran. Kenapa tidak,
perkembangan hidup manusia yang di satu sisi di apresiasi, tetapi disisi lain
mengalami kemerosotan nilai. Berbagai penyimpangan kerap kali terjadi atas
dasar kemajuan itu sendiri. Ini sebuah fenomena yang tidak dapat dihindarkan
dari kehidupan manusia yang bergerak itu.
Relasi
personal bukan lagi suatu hal yang sifatnya privat (misalnya relasi
suami-isteri), namun telah keluar dari keadaanya yang asli menjadi sebuah
konsumsi publik. Kehidupan yang dulu begitu personal dan mendalam, kini menjadi
benda dagangan di pasar maya. Apa yang dahulu hanya milik sepasang hati yang
saling mengikat, kini bisa ditemukan di lini masa, menjadi tontonan yang hanya
menawarkan sensasi, tanpa kedalaman. Segala sesuatu menjadi "viral",
dan dalam kilasan sekejap, relasi yang sakral menjadi objek konsumsi publik.
Sebuah ironi yang begitu pahit, bagaimana hubungan manusia yang penuh cinta dan
pengertian, kini terpampang tanpa rasa malu, di antara ribuan mata yang melihat
tanpa empati.
Kemajuan
yang seharusnya menjadi bukti keberhasilan manusia dalam memajukan diri, malah
sering kali menjadi kedok untuk melupakan esensi dari hidup itu sendiri. Dimana
nilai-nilai luhur yang dulu menjadi pedoman, kini terkikis dalam arus informasi
yang cepat dan tanpa batas. Manusia yang bergerak dalam waktu, seringkali lupa
untuk berhenti sejenak, merenung, dan menimbang apa yang benar-benar berarti.
Semoga
Keluarga-keluarga Kristiani, mampu memilah dan memilih, mana yang harus di
ekspos di media maya. Persoalan rumah tangga suami-isteri hendaknya
dikomunikasikan dalam dialog hati, bukan terpampang dalam media maya. Demikian
juga bagian tertentu dari rumah (misalnya kamar tidur suami-isteri) adalah
tempat kudus yang seharusnya dijaga dan menjadi ruang privat. Oleh karena itu
tidak seharusnya diekspos dan pertonton publik. Jangan hanya ingin viral, namun
melupakan inti terdalam dari sebuah panggilan hidup.
Kupang, 11 Januari 2025
Komentar