Sukacita Natal: Menyikapi Kelahiran Manusia secara Alami VS Buatan di Era Sekarang

 

Sukacita Natal:

Menyikapi Kelahiran Manusia secara Alami VS Buatan di Era Sekarang

Oleh

Fr. Darvis Tarung, CMF

 

Natal, sebagai perayaan kelahiran Yesus Kristus, selalu membawa pesan sukacita, harapan, dan pembaruan. Kelahiran Kristus di kandang yang hina namun penuh makna akan nilai-nilai kehidupan. Pesan Natal juga telah menginspirasi umat manusia sepanjang sejarah untuk merayakan kehidupan yang penuh kesederhanaan. Dalam kesederhanaan itu ada sukacita, cinta, damai sekaligus nilai keberanian menghadapi tantangan hidup. Namun, di era modern ini, sukacita Natal juga menuntut kita untuk merefleksikan lebih dalam tentang makna kelahiran manusia itu sendiri, baik dalam konteks spiritual maupun sosial.

Seiring dengan kemajuan teknologi, proses kelahiran manusia kini tidak lagi hanya terbatas pada cara alami. Teknologi reproduksi seperti fertilisasi in vitro (IVF)-program bayi tabung- telah mengubah cara kita memandang kelahiran manusia baru. Katekismus Gereja Katolik (No. 2377) menyatakan bahwa fertilisasi in vitro (bayi tabung) "tidak dapat diterima secara moral" karena memisahkan hubungan antara tindakan perkawinan dan prokreasi, serta memberikan "kontrol teknologi" yang berlebihan terhadap kehidupan manusia (www.catholicnewsagency.com).

Di satu sisi, kelahiran alami yang terjadi melalui proses biologis alami membawa kita pada refleksi tentang kehidupan yang diciptakan dalam kondisi tak terduga dan penuh misteri. Di sisi lain, kelahiran buatan, meskipun menghadirkan solusi bagi masalah kesuburan, juga menimbulkan pertanyaan tentang peran teknologi dalam menentukan siapa yang berhak untuk lahir, dan apa dampaknya terhadap konsep keluarga, hakikat manusia, dan nilai-nilai kehidupan.

Kelahiran Manusia Secara Alami

Salah satu tujuan dari tiga tujuan perkawinan katolik ialah mencakup aspek prokreatif (keturunan) dan edukatif (pendidikan anak). Sebagai pasangan suami istri, mereka diberikan rahmat kesuburan untuk menghasilkan keturunan sebagai buah dari cinta mereka, yang akan menjadi kebanggaan dalam perkawinan. Anak yang dipercayakan oleh Tuhan kepada mereka harus diberi kasih sayang, dirawat, dijaga, dilindungi, dan dididik sesuai dengan ajaran Katolik. Semua ini merupakan tugas dan kewajiban pasangan suami istri, yang secara alami merupakan bagian dari hakikat perkawinan itu sendiri (Jeramu, 2020).

Menurut rencana Allah pernikahan mendasari hidup keluarga yang lebih luas, sebab lembaga pernikahan sendiri dan cinta kasih suami-istri tertujukan kepada adanya keturunan dan pendidikan anak-anak, yang merupakan mahkota keluarga itu sendiri (Familiaris Consortio, No. 14). Kelahiran anak secara alami adalah suatu panggilan mulia kehidupan suami isteri.

Dewasa ini umat manusia berada dalam periode baru sejarahnya, masa perubahan-perubahan yang mendalam dan pesat berangsur-angsur meluas ke seluruh dunia. Perubahan-perubahan itu timbul dari kecerdasan dan usaha kreatif manusia, dan kembali mempengaruhi manusia sendiri, cara-cara menilai serta keinginan-keinginannya yang bersifat perorangan maupun kolektif, caranya berpikir dan bertindak terhadap benda-benda maupun sesama manusia. Demikianlah kita sudah dapat berbicara tentang perombakan sosial dan budaya yang sesungguhnya, serta berdampak juga atas hidup keagamaan (Gaudium Et Spes, No. 4).

Demikian pula perubahan itu terjadi pada proses lahirnya manusia baru ke dunia. Secara alami, kelahiran manusia terjadi melalui hubungan seksual suami istri yang terbuka terhadap kemungkinan kehamilan, yang pada akhirnya menghasilkan kelahiran anak. Bagi Gereja Katolik, kelahiran manusia melalui cara alami adalah sesuatu yang sejalan dengan rencana Tuhan. Ajaran Gereja Katolik mengajarkan bahwa Tuhan menciptakan manusia sebagai makhluk yang memiliki martabat dan nilai yang tak ternilai, dan kelahiran anak merupakan bagian dari rencana Ilahi yang lebih besar.

Kelahiran Secara Buatan

Pribadi manusia adalah pribadi yang bermartabat. Martabat pribadi manusia ini hendaknya selalu disadari dan dituntut untuk bertindak menggunakan pertimbangannya sendiri serta kebebasan yang bertanggung jawab (Dignitatis Humanae, No. 1). Oleh karena martabat manusia luhur adanya, maka perlu mendapat tempat yang pertama dan utama dalam kehidupan. Kelahiran manusia ke dunia pun harus dengan cara yang bermartabat. Di lema kita di jaman ini seperti kelahiran manusia dengan cara baru-bayi tabung misalnya- mendapat perhatian serius. Disini nilai luhur kehidupan manusia sudah mulai digerus.

Dengan perkembangan teknologi, kelahiran manusia kini tidak hanya terjadi melalui cara alami, tetapi juga bisa melalui teknologi buatan, seperti fertilisasi in vitro (IVF) -program bayi tabung (www.catholicnewsagency.com), yang memungkinkan pasangan yang sulit memiliki anak secara alami untuk memiliki keturunan. Meskipun teknologi ini bisa memberikan solusi bagi pasangan yang menghadapi masalah kesuburan, namun Gereja Katolik tidak menerimannya begitu saja.

Pada tahun 1987, Kongregasi Ajaran Iman yang dikepalai oleh Kardinal Joseph Ratzinger (Emeritus Paus Benediktus XVI), mengeluarkan Ajaran Mengenai Asal Mula Hidup Manusia dan Martabat Prokreasi. Salah satu prinsip dalam dokumen ini adalah bahwa satu-satunya konteks yang pantas secara etis untuk prokreasi adalah perkawinan. Program bayi tabung merupakan tindakan yang “berlawanan dengan kebersamaan perkawinan, martabat pasangan suami-isteri, panggilan untuk menjadi orang tua yang pantas dan dengan hak anak untuk diakui dan dilahirkan di dunia ini dalam dan berasal dari perkawinan (Higgins,2006). Pada dokumen ini juga Gereja Katolik menitikberatkan prinsip bahwa ada hubungan yang penting antara makna kesatuan dan prokreatif dari perbuatan yang berkenaan dengan ikatan pasangan suami-isteri.

Gereja Katolik tidak menentang segala bentuk teknologi medis yang dapat membantu pasangan untuk memiliki anak, tetapi ada beberapa batasan moral yang jelas. Menurut ajaran Gereja, setiap tindakan medis yang berkaitan dengan reproduksi harus menghormati martabat manusia dan tidak boleh menghilangkan nilai-nilai dasar kehidupan manusia. Beberapa aspek yang dipertimbangkan antara lain:

  1. Peran Tuhan dalam Kehidupan Manusia: Gereja Katolik mengajarkan bahwa Tuhan adalah pencipta kehidupan, dan proses kelahiran anak harus tetap berada dalam konteks rencana Ilahi. Proses reproduksi yang menghilangkan unsur kebebasan, keterbukaan terhadap kehidupan, atau yang melibatkan tindakan yang merendahkan martabat manusia, seperti pembuangan embrio yang tidak diinginkan, tidak diterima oleh Gereja.
  2. Fertilisasi In Vitro (IVF) dan Penyalahgunaan Teknologi: Meskipun IVF bisa memberikan kesempatan kepada pasangan untuk memiliki anak, Gereja Katolik menentang praktik IVF yang melibatkan pembuangan embrio yang tidak terpakai atau penciptaan embrio untuk tujuan eksperimen. Ini dianggap sebagai pelanggaran terhadap prinsip kehidupan yang suci, karena kehidupan manusia harus dihormati sejak saat pembuahan.
  3. Manipulasi Genetik: Beberapa teknologi buatan yang melibatkan rekayasa genetik atau manipulasi terhadap sel-sel manusia untuk tujuan tertentu juga ditentang oleh Gereja. Manipulasi ini dapat menimbulkan pertanyaan etis tentang hak individu, identitas pribadi, dan martabat manusia.

Sukacita Natal; Kebahagiaan Kelahiran Baru

Kelahiran Yesus di dunia adalah suatu peristiwa mulia dan sakral yang harus di hormati sebagai rencana Ilahi. Allah berkenan menyingkapkan DiriNya melalui Sang Putera -yang kita kenal dengan peristiwa revelasi- merupakan suatu kebahagiaan tersendiri bagi umat Kristiani. Sukacita ini bukan hanya tentang perayaan atau tradisi, tetapi juga merupakan pengalaman spiritual yang mendalam tentang kasih Tuhan yang nyata dan hadir dalam dunia melalui kelahiran Anak-Nya. Natal menjadi momen penting untuk merenungkan kasih Tuhan yang datang ke dunia dalam bentuk manusia (inkarnasi), membawa harapan, keselamatan, dan perdamaian bagi umat manusia. Disinilah makna kelahiran seorang manusia mendapat tempat yang sangat istimewa.

Di era sekarang, teknologi medis berkembang sangat pesat, dan ini memberikan banyak pilihan bagi pasangan yang ingin memiliki anak. Namun, hal ini juga membawa tantangan bagi Gereja Katolik, terutama dalam menghadapi perkembangan teknologi yang dapat mempengaruhi pandangan moral tentang kehidupan manusia. Kelahiran manusia dengan temuan teknologi mengalami pergeseran makna arti kebahagiaan hakiki dari kelahiran manusia. Kelahiran melalui teknologi buatan seperti IVF, meskipun dianggap sebagai solusi untuk pasangan yang kesulitan memiliki anak, harus tetap menjaga martabat manusia dan tidak melanggar prinsip-prinsip moral dan etika yang diajarkan oleh Gereja. Oleh karena itu, dalam menghadapi kemajuan teknologi, umat Katolik diajak untuk berhati-hati dan bijaksana dalam mengambil keputusan, dengan tetap berpegang pada nilai-nilai moral yang diajarkan oleh ajaran Gereja.

Gereja Katolik, di bawah pimpinan Paus dan para pemimpin Gereja Lokal, terus memperingatkan umat agar tidak terjebak dalam penggunaan teknologi medis yang mengabaikan prinsip-prinsip moral dan ajaran agama. Ajaran Gereja menekankan pentingnya untuk tidak hanya mengejar solusi teknis, tetapi juga untuk memastikan bahwa setiap tindakan yang diambil sesuai dengan martabat manusia dan kehendak Tuhan. Oleh karena itu, dalam menghadapi kemajuan teknologi, umat Katolik diajak untuk berhati-hati dan bijaksana dalam mengambil keputusan, dengan tetap berpegang pada nilai-nilai moral yang diajarkan oleh ajaran Gereja.

Penutup

Perayaan kelahiran Yesus Kristus membawa pesan sukacita dan harapan, serta mengundang kita untuk merefleksikan tentang makna kehidupan baik secara spiritual maupun sosial. Dalam konteks kemajuan teknologi, terjadi pergeseran dalam cara kita memandang kelahiran manusia. Gereja Katolik menekankan pentingnya kelahiran alami sebagai rencana Ilahi dan menentang praktik-praktik teknologi yang menghilangkan martabat manusia, seperti pembuangan embrio. Gereja Katolik mengingatkan umat Katolik untuk berhati-hati dalam menghadapi perkembangan teknologi agar tidak mengabaikan nilai-nilai moral dan ajaran agama yang menghormati martabat manusia. Sukacita Natal menjadi momen refleksi bagi kita untuk merenungkan kasih Tuhan dan pentingnya menjaga prinsip moral dalam menghadapi kemajuan teknologi.

Sumber Bacaan

Jeramu, Yohanes D, Teologi Moral Perkawinan dan Keluarga Kristiani, Modul Kuliah Fakultas Filsafat – UNWIRA, Kupang: 2020.

Higgins, Gregory C, Dilema Moral Zaman Ini, Kanisius, Yogyakarta: 2006.

Paus Yohanes Paulus II, Familiaris Consortio (Keluarga): Anjuran Apostolik kepada Para Uskup, Imam-imam, dan Umat Beriman Seluruh Gereja Katolik tentang Peranan Keluarga Kristen dalam Dunia Modern, dalam R. Hardawiryana, SJ (Penerj.), Departemen Dokumentasi dan Penerangan Konferensi Waligereja Indonesia, Jakarta: 2019.

Konsili Vatikan II, Gaudium et Spes: Konstitusi Pastoral tentang Tugas Gereja dalam Dunia Dewasa Ini, dalam R. Hardawiryana, SJ (Penerj.), Departemen Dokumentasi dan Penerangan Konferensi Waligereja Indonesia, Jakarta: 2021.

Konsili Vatikan II, Dignitatis Humanae- (Martabat Pribadi Manusia) Pernyataan Tentang Kebebasan Beragama, dalam R. Hardawiryana, SJ (Penerj.), Departemen Dokumentasi dan Penerangan Konferensi Waligereja Indonesia, Jakarta: 1991

What is the Catholic Church’s position on IVF? Pada https://www.catholicnewsagency.com/news/256946/what-is-the-catholic-church-s-position-on-ivf di akses Rabu, 20 November 2024, Pukul   16:45 WITA.


 

 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jejak Langkah Raynildis: Perjalanan Dalam Sunyi

Lorong San Juan

Oa