Perjumpaan Yang Mengukir Rasa

 

Aku tak menyalahkan perjumpaan. Aku hanya mengakui bahwa perjumpaan itu meninggalkan rasa yang terukir di dalam lembah waktu yang pergi. Tak ada yang bisa kuanggap salah dari perasaan yang kadang mengganggu dalam setiap sunyiku. Kini, rasa itu kembali bersemi, seolah menghidupkan kembali memori yang terpendam sejak Februari—ketika waktu jumpa itu pergi.

Nana, nama yang sebelumnya tidak aku kenal, kini terpatri dalam memori ingatan melalui sebuah lagu yang tak terlupakan, sebuah reques dari akhir waktu itu. Lagu “Nera Mata Mo” menggema seakan aku terperosok dalam perangkap perasaan yang diciptakan Nana. Suaranya yang lembut dan melodi yang menyentuh seolah menelanjangi jiwaku. Saat Nana memintaku untuk menyanyi bersamanya, kesempatan itu menjadi jembatan untuk mengenang rasa yang terpendam.

Februari telah berlalu, seperti halnya kenangan yang pernah diukir. Namun, ternyata tidak semua yang hilang benar-benar lenyap. Agustus mengingatkan aku kembali pada lagu dari Nana, dan tanpa sadar, aku larut dalam rasa yang tak pernah sepenuhnya pergi.

Kenapa perasaan ini harus kembali bersemi? Pertanyaan itu muncul dalam kesunyian malam. Nana, dalam diamnya, mengungkapkan rasa yang membuatku harus mengutuki diri sendiri. Aku terlalu cuek dan bahkan kurang peka. Ah, dasar rasa. Aku sedang mengutuki rasa yang mengganggu ketenangan hatiku.

Perjumpaan yang dulunya aku anggap sebagai persahabatan, kini berubah menjadi perasaan yang mendalam dan membingungkan. Nana dengan rasanya yang terdalam mengungkapkan batin yang tersiksa, sementara aku merasa egois dan bingung.

Ah, dasar rasa. Aku terperosok dalam lingkaran perasaan yang tidak kuinginkan.

Aku belum mengerti mengapa perjumpaan itu harus meninggalkan rasa yang membekas. Aku terlalu terfokus pada diriku sendiri, sering kali menyakitkan rasa itu tanpa menyadarinya. Nana, maafkan aku yang terlalu egois dengan rasa ini.

Di tengah kebingungan dan keputusasaan, aku hanya bisa berharap agar perasaan ini akhirnya menemukan tempatnya, jauh dari keraguan dan kesalahan. Semoga rasa ini, meski tak lagi menyakitkan, tetap menjadi kenangan yang mengajarkanku arti sejati dari sebuah perjumpaan—bahwa setiap pertemuan, tak peduli seberapa singkat, menyisakan jejak yang abadi di hati.

(sebuah pengalaman dari seorang sahabat Ketika ia pergi ke suatu tempat ia berjumpa dengan Nana. saat itu nana memintanya untuk membawakan sebuah lagu. Lagu nera mata mo, menjadi lagu yang enu suka walaupun ia sendiri tidak terlalu mengerti Bahasa Manggarai. Katanya ia hanya suka dan sepertinya mendalam makna. Ia hanya memahami sedikit Bahasa Manggarai, namun ia tertarik dengan Lagu Nera mata Mo………)

                                             darvis_tarung

Kupang. 2 September 2024

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jejak Langkah Raynildis: Perjalanan Dalam Sunyi

Lorong San Juan

Oa