Ruang Rindu, Menarik Mimpi
Embun pagi menetes
dengan indah. Dihiasi dekor seberkas fajar menembus sudut-sudut sunyi. Membongkar
gelap dan sunyi malam yang lalu. Kini, terdengar kicauan pipit mendadak ramai,
beradu saing dengan sang jantan yang menjadi alarm alam penanda fajar mulai nampak.
Jiwa yang setengah lelah pelan-pelan beranjak sadar, dengan mata kunang sehabis
mimpi dalam hening, jelajah jauh kemari. Berkas cahaya yang datang melalui
cela-cela jendela menghangatkan badan sedang damai dengan mimpi. Aku sadar dan
bangun.
Aku Jayla. Sedang beranjak
rutinitas sebagai mahasiswi di kota karang. Di sini tempat aku menaruh nasib,
dengan segenap harapan untuk kemudian hari aku nikmati. Sebuah jalan yang
panjang nan kelok harus aku tempuh. Ini sebuah pilihan yang harus aku lalui.
Entah kenapa pagi ini
lelah sekali rasanya tuk bergegas ke kamar mandi untuk persiapkan diri
sebagaimana biasanya. Aku melongoh dalam tatapan lelah pada dinding kamar kecilku.
Yahhh aku lelah sehabis PKL di desa yang jauh dari kota.
Yah walaupun jauh aku menemukan
rasa tentang cinta dan sayang. Aku menemukan dia yang tak pernah aku duga tuk mengenalnya.
Di sini aku dan jiwaku menemukan dia, tempat hati mengaduh saat jiwa merasa terasing.
Entah kenapa perjumpaan yang biasa itu, menarikku untuk berkata yang
sesungguhnya padanya. Aku tengelam pada rasa dan kata yang menghiasi dinding
sunyi malam itu. Dari situ aku mengenalnya dan terus aku mengenalnya. Kini aku
dan dia merasakan ketenangan semenjak sekian waktu batin terus gejolak karena
rasa tak diungkapkan. Itulah siksaan batin yang paling dalam jika rasa tidak
pernah diungkapkan namun diam-diam mengagumi bahkan ingin memiliki. Yahhh untunglah
aku sudah mengalami dan melewatinya. Kelarlah soal rasa dan hati.
***
Ahhhhh baru aku sadar hari
ini libur. Tidak ada aktivitas di kampus. Ahhhh ini kesempatan yang baik
bagikku tuk menambahkan jadwal baringku. Hari bebas. Libur. Tak harus kemana. Iyah…ini
pikirku. Atau mungkin dia datang?
Waktu berlalu begitu
cepat, fajar yang saksikan tadi kini telah menjadi senja. Senja itu telah
menitipkan setitik jiwa yang sungguh menikmati liburan hari ini. Aku duduk
sandar di dekat tempat aku membaringkan tubuh. Aku menajamkan pandangan pada
sosok wanita yang aku bingkai dengan baik di sudut meja belajarku.
Ingatku pada sosok mama
yang telah lama pergi. Mama pergi sejak tahun yang silam. Mama yang selalu
memerhatikan aku, tiba-tiba hilang. Mama yang selalu membela aku dihadapan
papa, namun kini tinggal nostalgia dengan rindu. Mama yang selalu tanya, apakah
aku sudah makan atau belum, namun kini hilang tak tergantikan. Mama selalu memanjaiku
dengan kasih sayangnya. Mama selalu terdepan dalam setiap keadaan yang aku
alami. Mama selalu merasakan jika aku sedang tidak baik-baik saja.
Namun semuanya hanya
kenangan. Semuanya hanya cerita tentang aku dan mama. Kini aku sudah beranjak
dewasa tanpa mama. Kadang aku mengeluh, hidup serasa tak ada arah yang hendak
mau kemana. Aku kadang cemburu melihat teman-temanku bersama mama-nya pergi ke gereja,
ke pasar dan berpergian bersama-sama. Aku cemburu saat mama mereka membelai
rambut anaknya. Aku kadang lesu saat mama dari teman-temanku menelpon dan
bertanya kabar anak-anak gadis mereka.
Sementara Aku?????????????
Semuanya hilang. Sirna. Hanya
jiwa yang lesu.
Dalam heningku merindukan
mama dan kadang aku harus bertanya;
SEANDAI mama ada, apa
yang akan mama lakukan untukku?
SEANDAI mama ada,
akankah aku seperti ini?
SEANDAI mama ada,
tahukah mama jika saat ini saya sedang sakit karena kehilangan?
SEANDAI mama ada, apakan
mama terus membela aku dihadapan papa?
Air mata tak terbendung
lagi.
Mama anakmu
merindukanmu,
Mama anakmu ingin selalu
dirimu,
Mama anakmu masih membutuhkanmu,
Mama……………………………
Seandainya mama ada, akanku
ceritakan semua tentang ku saat ini.
Aku tahu bila mama ada ssedikit
bebanku hilang.
Mama aku selalu
mengharapkan doamu.
darvis_tarung
Kupang, 4 April 2024
Komentar