Ibah Sang Ibu
menyaksikan sang anak tersayang disakiti.
Berapa lama ia menahan sentakan,
dalam jiwa yang terbelenggu, terhunus,
tertusuk pedang menuju nurani.
Raganya tak tahan menahan amarah.
Matanya tak mampu membendung air mata kesakitan.
Ia terbatah untuk berkata,
hanya saja ia harus menyaksikan pengasingan sang anak.
Hati ibah sang ibu
menyaksikan perih dan sedih
menusuk jiwa yang beraroma rintihan dan tangisan.
Sekian lama ia menatap
menyaksikan jiwa yang tak berontak.
melayang di atas batu cadas yang tajam.
Setiap cambukan ada jiwa yang merintih,
namun tak lari.
Jiwa itu tak berontak atau melawan.
Sang ibu, pasrah pada keadaan
meratapi sang anak yang sedang berjalan menuju tempat
tengkorak,
sebab di sana jiwa lepas dan pergi.
Ibah sang ibu bersaksi atas rasa sakit,
menghiasi perjalanan sang anak dari kota ke Golgota,
tempat terakhir; jiwa yang pergi.
Ibah sang ibu menemani sang anak, melepas jiwa yang pergi.
Kupang, 8 Maret 2024
Darvis Tarung CMF
Komentar