Rumitnya Jatuh Cinta
Aku Jeane sedang jatuh dalam bayangan dia yang aku
jumpai. Aku tidak tahu kenapa rasa ini secepat ini muncul dan menggentarkan sudut-sudut
nadi. Entah kebetulan atau tidak, aku telah jatuh pada rindu bayangannya itu. Aku
pikir, aku sedang halusinasi karena banyak tugas kuliah yang memaksa otakku
yang kecil ini untuk berpikir. Yahhhhh….ternyata tidak. Aku berpandang mata
yang tak berkedip. Pikirku tatapan goda bukan rayu. Tatapan yang membanjirkan
darah, menggentarkan jiwa menuju sudut-sudut ruang sunyi. Aku bersama rasa
memotret kenangan yang tak terduga itu.
Kini lima
hari setelah perjumpaan itu. Bayang-bayang mata yang syaduh itu terekam baik
dalam memori kecilku. Aku sadar, aku kesulitan nyenyak. Aku sedang bertanding
melawan kasur dan bantal peluk disampingku. Entahlah…wajah itu muncul sembari
senyum manja. Senyum waktu itu. Aku bersuah dengan keadaan, cerita dan
kesempatan. Lagi-lagi perjumpaan lima hari yang lalu tak menghantarku nyenyak malam
ini. Tatapan itu menghantuiku. Terekam dalam memori, tertanam dalam batinku. Wajah
itu!
Aku ingat kembali percikan pijar-pijar jumpa itu. Tak sengaja aku berpapasan dengannya. Tapi dia biasa-biasa, aku yang setengah mati. Pertama kali aku jumpanya di sudut gereja tua itu. Tanpa rencana, tanpa kata-kata atau basa-basi perkenalan. Ia pergi tanpa tinggal jejak kata. Biasa dan menghilang.
Tapi aku?
Tinggal dengan jiwa melayang, menunggu episode selanjutnya-
tatap dan akan ada kata. Ia pergi tanpa tinggal beban. Sementara aku? Beban rindu
dan rasa; ingin lagi kesempatan itu. Aku bertingkah ingin digoda atau disapa,
nyatanya tidak. Diam dan pergi itulah caranya menghilang. Laki-laki misterius
kataku. Beda dengan yang lain. Ahhh baru aku sadar ia memang berbeda. Ia
berjubah.
Komentar