Memburu Sekolah Favorit; Fenomena Konservatif

 

 Darvis Tarung

Mahasiswa Fakultas Filsafat

 UNWIRA Kupang 

Filsuf Aristoteles pernah menyebut bahwa pendidikan sebagai bekal terbaik bagi perjalanan hidup manusia di dunia. Saat ini, pendidikan menjadi kebutuhan hidup manusia.  Banyak orang berusaha untuk mengakses dunia pendidikan setinggi mungkin demi mengubah nasib. Banyak orangtua mempersiapkan masa depan anak-anak mereka dengan memikirkan pendidikannya. Pendidikan menjadi prioritas bahkan target yang harus di kejar demi kemapanan hidup. Tidak salah jika Aristoteles menyebut pendidikan sebagi bekal hidup. Mereka yang pernah menjalani pendidikan telah memetik hasilnya. Ada yang sukses, tak jarang ada pula yang tidak -tergantung skill. Tetapi pada umumnya mereka yang menamatkan pendidikan tinggi memiliki kemapanan tertentu. Pendidikan dapat menentukan nasib seseorang.

Ada berbagai kenyataan yang mewarnai dunia pendidikan kita saat ini. Surat kabar Kompas edisi Minggu, 4 Februari 2024, memberitakan tentang usaha orangtua memburu sekolah favorit demi anak-anak mereka. Faktanya, ada orangtua memaksa anak-anaknya untuk masuk ke sekolah favorit dengan biaya yang sangat mahal hanya karena ikut tren. Adalah suatu fenomena  yang serius anak masuk sekolah favorit karena ambisi orangtua karena tren, karena anak para “pesohor” (para selegram) masuk di sekolah tersebut, demi mendapat pengakuan atau sekadar bersaing dengan yang lain.

Fenomena ini sangat disayangkan; antara menyayangi anak atau membebani anak perlu dicermati dengan baik. Tantan Hermansah, Sosiolog dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta berpendapat bahwa keinginan orangtua untuk mengarahkan anaknya ke sekolah favorit adalah bentuk fenomena FOMO (fear of missing out) atau takut ketinggalan (Kompas, 4/2/2024 hal. 15). Baginya, kadang orangtua yang menyekolahkan anaknya di sekolah elit sebagai bentuk pansos (panjat sosial). Ia menambahkan juga bahwa orangtua ingin menyiapkan anaknya dalam persaingan untuk mencari pekerjaan di masa depan. Ada orangtua yang ingin meraih kesuksesan, adapula yang menjadikan anaknya sebagi investasi.

 

Orientasi Konservatif

            Membaca fenomena tersebut, saya semakin yakin bahwa usaha orangtua dalam menentukan pendidikan anaknya masuk dalam Orientasi Konservatif. Orientasi dari orangtua yang cenderung tertutup dan tidak mampu melihat sisi lain dari nilai pendidikan. Fokus pada pembangunan ekonomi yang mapan tanpa melihat sisi karakter anak adalah suatu kekeliruan dalam cara berpikir. Orang tua mempertahankan status quo yang anti pada perubahan. Menjaga gengsi, jaga status sosial dan lainnya adalah bentuk terselubung yang ada dalam keinginan orangtua. Ada ketakutan lain ialah orangtua sedang mengarahkan anak-anaknya untuk menjadi homo economicus. Orangtua cenderung rasional dan dengan kebebasannya menentukan pilihan yang ada untuk mencapai tujuannya.

 Hal lain yang dapat dilihat dari fenomena ini adalah orangtua cenderung bersikap pragmatis. Orang tua hanya berpikir bagaimana anaknya bersekolah dan yang terpenting adalah mereka bisa menjadi orang-orang sukses di kemudian hari. Orangtua lebih orientasi pada manfaat atau hasil dari pendidikan- sesuatu hal yang dinilai dari kebergunaannya bagi tindakan manusia untuk kehidupannya. Maka tidaklah heran jika arah pemikiran orangtua yang pragmatis dikaitkan dengan proses atau langkah-langkah yang bisa langsung dirasakan. Menyikapi fenomena ini, Tantan Hermansah mengingatkan dampak negatif dari perilaku orang tua tersebut kepada anaknya. Menurutnya banyak anak yang stress karena semakin sempit ruang kebebasan bagi mereka untuk kreativitas, dampak akhirnya mereka melakukan pemberontakan.

Akhirnya, fenomena orangtua memburu sekolah favorit bagi anak-anaknya justru melahirkan masalah baru. Masuknya cara pikir konservatif dalam ruang pendidikan kita dapat membebani anak-anak. Antara menyayangi anak dan membebani anak perlu diceramati dengan baik. Pendidikan kita tidak hanya berorientasi untuk mapan dalam ekonomi, mendapat perkerjaan dan lainnya, tetapi lebih dari itu adalah menyuburkan karakter dan perilaku yang memanusiakan manusia.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jejak Langkah Raynildis: Perjalanan Dalam Sunyi

Lorong San Juan

Oa