Seruling Rindu

Aku dalam menikmati sunyi, diantara gema rindu. Aku dalam harapan yang penuh penantian, terpesona oleh bibir para kekasih yang terus menanti sang kekasih.


Di ujung sunyi ini, kudengar lantunan rindu ditemani seruling dan perasaan ‘aku menantimu’.

Wajahmu yang sempat aku curi di ujung kisah, membuat aku teduh di bawah pohon penantian. Seruling rindu terus berkumandang, suara penantian tak putus di telan senja.

Aku bersama serulingku terus menantimu di Desember ini.

***

Inginku gengam tanganmu dan mencuri bayangmu. Namun aku harus melepaskan anganku. Cerita sore lalu, mengundang tanyaku; siapakah aku dalam bayangmu? Belum sempat bersuara, aku ditampar oleh kata-katamu. ‘aku sedang mengharapmu”.

Aku diam seribu bahasa soal harapan yang penuh dalam penantian. Entahlah kenapa harus mengusik jejak pikiranku oleh katamu. Sekian menit kubuang waktu untuk mendengarmu, aku belum paham juga maksudmu.

Seuntaian doamu malam itu, membuat riuh-sorak cemara di halaman rumah. Angsono yang gagah tak tergoyang oleh Seroja di bius oleh nada-nada kasihmu. Aku sadar Flamboyan mulai mekar dalam doamu.


Yahhhhh aku dalam diam memahami keadaanku. Aku tak dapat menahan sejuk nan lembut alunan puitis kata-katamu yang menembus pori-pori kebahagiaanku. Aku yang terus mecari suara, sembari seruling rindu terus ku lantun, mengharapkanmu di Desember ini.

Doa-doa yang kudengar baik, memuat bait-bait penantian yang belum sempat aku mengerti juga; untuk siapa? Engkau dalam doamu, sembari mengharapkan sesuatu dariku. Dan aku dalam hening berusaha mendengar alunan puitismu; apa yang sedang terjadi?

Aku akan datang! Katamu. Apa? Siapakah engkau? Engkaukah yang harus kunantikan itu?

Seruling gema dengan sendirinya tanpa aku meniup nada-nadanya. Setiap nada kudengar baik; suara penantian. Anganku mulai berteriak, yah kamu……

Seruling ku berusaha membelai wajahmu dengan nada-nadanya, namun tak kesampaian juga. Serulingku hanya mampu berkata bahasa rindu.

Pesan masuk. Aku akan mengunjungimu!

Jangan, aku aku belum siap. Gemaku. Entah kenapa di hari Minggu ini aku harus bertengkar dengan hati dan perasaanku. Persiapkanlah sesuatu! Dia akan datang! Bisik hatiku.


Aku terus berdebat. Serulingku kembali bergema nada-nada penantian. Dan ingin ku poles lagi kisah-kisahku. Kini fajar baru memberi harapan, surya mengukir seuntai kata penantian “Desember; Engkau datang”. Senja pamit dengan meninggalkan kata-kata penantian. Dan serulingku bergema dalam penantian itu “IA AKAN LAHIR”.

Seruling rindu menyadarkanku, aku di persimpangan Desember.


by; darvis_tarung

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jejak Langkah Raynildis: Perjalanan Dalam Sunyi

Lorong San Juan

Oa