Perempuan Dalam Doa


Malam dihiasi cahaya lilin di depan arca Sang Bunda. Aku termenung melihat sosok Perempuan yang duduk di ujung taman doa. Dalam keheningan tak terdengar kata-kata. Tanpa suara. Dan hanya air mata yang memberi kesaksian. Entah apa yang sedang dihadapi oleh Perempuan itu. Yang ku tahu ia sedang bersujud dalam kepasrahan dan mengharapkan bantuan.
Berapa lama ia di sini? Tanyaku demi kepastian.

Aku tertuju pada cahaya lilin di depan arca Sang Bunda. Tampak ku lihat dari cahaya itu sebuah tanda pengharapan. Pengharapan dalam kesunyian. Tak ada suara disini. Hanya cahaya ditemani air mata yang membuat aku bertanya; Siapakah dia?

Perempuan itu menarik nafas dalam kepasrahan kepada Sang Bunda. Kata-kata sunyi yang diungkapkan dengan air mata tanda suasana hati.  Entah beban apa yang sedang ia alami, tapi yang pasti ia sedang berlabuh dalam kesunyian bersama air mata pasrah.

Hari-hari aku ketempat ini. Banyak orang yang aku jumpai datang bersama sahabat mereka. Sembari menggengam erat tangan sahabatnya, mereka bersujud dalam kepastian. Sukacita. Bahagia. Dan penuh syukur. Namun malam ini sungguh berbeda yang aku alami. Aku berjumpah dengan seorang Perempuan yang tidak aku kenal. Tanpa sahabat yang menemaninya. Ia sendiri dalam sunyi ini.


Aku dalam penasaran memandangnya. Ia bersama cahaya lilin memanjatkan kepiluan dalam keheningan.

Aku selalu ketempat ini untuk berjumpah dengan Sang Bunda. Banyak ujud syukur sekaligus harapan yang akan aku sampikan kepada Sang Bunda. Itulah kebiasaanku setiap hari. Tapi malam ini aku mengurung segala ujudku di depan Sang Bunda. Kejadian aneh dan berbeda yang aku alami malam ini. Aku merasa ibah dan perhatian dengan Perempuan di sudut taman doa ini. Ia penuh kepasrahan berkata dalam diam; “Tuhan entahlah…..perbuatlah demikian!” Aku membayang pergolakan hatinya demikian dan memaksa Tuhan untuk buat sesuatu kepadanya.

Aku dari jauh dan tak bertanya; siapa dirimu dan mengapa? Aku hanya memahami dalam heningku.

“Tuhan Engkau tahu, situasi anakMu ini. Perempuan yang di sudut itu sedang bergulat denga situasi yang ia alami. Aku tidak tahu Tuhan apa yang sedang ia rasakan dan alami. Namun Tuhan, aku tahu bahwa Engkau tahu apa yang sedang dialami Perempuan itu. Air matanya melukiskan hatinya yang sedang sedih. Tuhan bantuhlah dia, ringanlah bebannya. Amin.” sujudku dalam hati.

Aku berdiri dan bersama Perempuan itu dalam sunyi. Tiada yang lain selain cahaya lilin yang mulai redup di telan waktu. Perempuan itu menarik nafas dalam-dalam sembari menguatkan dirinya. Suara muncul dari bibirnya memecahkan sunyi di taman doa.

“Terima kasih doamu dalam kesunyian ini. Aku penuh dengan beban hidup yang sulit aku atasi lagi. Aku tidak sanggup memikul bebanku ini. Ingin rasanya kuhabisi saja hidupku. Aku bosan seperti ini. Tetapi syukurlah…. Di tempat ini aku dikuatkan lagi. Sang Bunda membantuku. Aku hendak bunuh diri, tapi, aku sadar karena Sang Bunda. Ia bersamaku dalam gulatku. Terimakasih doamu.”

Aku terkejut dan diam dalam ketidaktahuan harus menjawab apa. Hati kecil ku berkata dalam diam; Ia tahu aku berdoa untuknya? Dan….dia mau bunuh diri???????

Aku ingin bertanya lanjut, siapa dia? Namun ia keburu pergi tanpa meninggalkan jejak perkenalan. Hanya pamit dalam kesunyian dan berkata; “lilin kecil telah menemaniku sepanjang hening ini.  Aku Sadar bunuh diri bukan jalan terbaik menyelesaikan masalah, namun datang bergulat di hadapan Bunda Tuhan, aku bebas dari rencana buruk ku. Aku sadar Bunda Maria selalu bersamaku. Aku tidak sendirian tetapi Ia bersama dan menemani ku”.

Aku pun bersyukur sebab Perempuan itu menemukan jalan terbaik dalam hidupnya tanpa bunuh diri menjadi pilihannya.

 

Darvis Tarung

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jejak Langkah Raynildis: Perjalanan Dalam Sunyi

Lorong San Juan

Oa