Tuhan Membayar Belis
Entah berapa lama aku tunggu dalam penantian. Menunggu kepastian yang tak pernah muncul walau penuh harapan. Sekian lama tak terbilang waktu yang aku lalui dalam penantian. “Tidak, papa tidak setuju!”. Kata-kata yang menusuk sanubariku di ujung senja, saat surya pamit ke rahim pertiwi. Mengapa? tanyaku dalam diam. Air mata yang memberiku jawaban.
Sekian lama aku bergulat
dengan perasaan untuk sebuah pilihan namun tak ada jawaban. Aku ingin berkerudung
putih laksana malaikat itu. Entah mengapa aku ingin jadi suster? tapi……Jawaban yang
sama setiap kali aku mengungkit kisah dan ceritaku dihadapan papa dan mama. “Tidak,
papa tidak setuju!”. Sekian lama aku
merayu namun tak kunjung luluh. Papa mati-matian tidak setuju dengan pilihanku.
Karena apa? Belis? Atau…..?
Mama hanya diam memahami isi
hatiku. Tak ada kata yang diungkapkan olehnya namun air mata pertanda hati
seorang ibu memahami anaknya. Itulah yang selalu aku perhatikan saat aku harus
bertarung menyampaikan pilihanku dihadapan Papa.
Belis bagian dari budaya kami.
Setiap keluarga yang mempunyai anak perempuan pasti diperhitungkan. Mengapa? Belis
menjadi jawaban. Itukah yang ada di benak papa? Ia tetap pada pendiriannya: “Tidak,
papa tidak setuju!”.
Angan dan cita-citaku terpaksa
kutelan dalam keheningan kisah. Sebab tak ada harapan agar papa menjawab ya
atas mimpiku. Kerudung putih yang kuimpikan itu terpaksa kutarik dalam dekapan pasrahku.
Aku tak mungkin melawan titah papa. Aku tahu papa pasti memilih keputusan
terbaik untukku. Tapi haruskah aku mengorbankan niat muliaku ini?
Entahlah. Sampai kapankah aku harus larut dalam tanda tanya. Penuh dengan ketidakpastian? Jika belis adalah alasan yang membuat papa tidak setuju dengan pilihanku, kini aku merenung dihadapan Sang Khalik mohon jalan terbaik. Aku disadarkan oleh-NYA.
Belis? Tanya-Nya.
Aku telah membayar belismu.
Apa??????? Engkau membayar
belisku?
Yah… belis yang kuberikan bukan
sapi, kerbau, kuda, kambing, kain adat, atau uang. Aku telah memberimu rahmat.
Maksudnya? Tanyaku.
Yah….setiap hari engkau selalu
bernafas, bahagia, mengalami perhatian, cinta, damai, merasakan udara yang
segar, air yang bersih, tubuh yang sehat, rejeki dalam pekerjaan, kesuksesan dalam
usahamu, dan masih banyak rahmat yang KU-berikan kepadamu dan bahkan untuk keluargamu.
Itulah belis yang AKU berikan kepadamu dan keluargamu.
Kudiam tak berkata. Ia mengingatkan
aku. Mungkin ini sebabnya aku ingin jadi mempelaiNya. Tapi….apakah papa dan mama
sudah sadar bahwa IA telah membayar belisku?.
Aku teringat ceritaku bersama sahabatku
di pesisir pantai malam itu. Jangan kwatir sobat, bila belis menjadi
halanganmu, ingatlah Tuhan telah membayar belis untukmu.
Kulantun dalam sujudku, Tuhan
ijinkan aku memjadi mempelaiMu, sebab Engkau telah membayar belisku.
Darvis
Tarung
Penikmat
Senja
Komentar