2021 Mencatat, 2022....?

 

2021 Mencatat, 2022....?

Oleh Darvis Tarung

 

Tahun 2021 baru saja pamit dari hitungan tahun. kalender-kalender yang besar-besaran tertulis 2021 mulai tidak kelihatan lagi. Tibalah saatnya kalender yang bertulis 2022 terpampang rapi disetiap tempat yang disediakan untuk menyimpannya. Namun perlu diingat, 2021 tidak sekedar hilang dari kalender tahunan. 2021 adalah tahun yang meninggalkan jejak kisah yang terukir rapi. Tentu tidak kalah jauh dengan tahun-tahun sebelumnya. Merekam sejarah adalah pasti. Kisah yang pernah terukir di 2021, saat ini akan menjadi harapan kebahagiaan juga mengadirkan tangisan. Karena kisah itu telah menengelamkan  manusia pada dunia tangisan–kisah pahit di 2021- juga menerbangkan manusia pada cakrawala kebahagiaan-kisah manis di 2021. Sejarah tidak pernah mencatat mulus juga lurus tetapi rangkum dinamika kehidupan.

            Sejarah tidak akan terhapus dengan segala situasi. Sekali terekam dalam memori 2021 akan terus membayang sepanjang jaman. Karena apa? Kerena 2021 telah mencetak sejarah pahit juga manis, yang berkolaborasi menjadi dinamika hidup dalam perjalanan kelana manusia. Catatan-catatan kritis terus muncul. Dari siapa? Tentu dari kita penikmat 2021. Kisah-kisah menarik juga memilukan telah menghiasi deretan sejarah dalam rentetan 1 Januari- 31 Desember 2021. Kisah itu dialami oleh setiap insan penikmat bumi. Berbagai negara ber-iventaris capaian kerja 2021. Buku akhir tahun siap meluncur dalam nada “Laporan Akhir Tahun”. Kinerja yang beranjak cukup baik atau cukup buruk menjadi bagaian dari buku “Laporan Akhir Tahun”. Tak terkecuali di negeri Nusantara.

Indonesia 2021

Kisah pahit-manis, maju-mundur, sukses-gagal, dan lain sebagainya telah menghiasi bumi pertiwi. Kejadian-kejadian yang muncul entah luar biasa atau biasa-biasa saja muncul di permukaan yang berlebel 2021. Politik, ekonomi, pendidikan, budaya, hukum, keamanan, teknologi, kesehatan, dan lain sebagainya telah menarik kisahnya sendiri-sendiri. Prestasi yang menunjukan keberhasikan disetiap lini kehidupan adalah suatu capaian yang patut diapresiasi. Gebiar kerja keras yang terus diguncangkan adalah patut dipertahankan. Membongkar segala kelicikan adalah akan harapan terus berlanjut di 2022. Tabir kebohongan segera diretas adalah harapan.

            Disamping capaian yang sungguh luar biasa itu, ada berbagai sisi kehidupan kita yang mengalami masa suram. Tentu bukan hanya satu tetapi mencakup umum. Meningkatkan kualitas adalah harapan publik. Namun kadang kala kepercayaan itu seakan sirna jika melihat rekam jejak yang sedikit blur dan ternoda. Apalah arti dari sebuah kepercayaan jika justru membalikan fungsi bahkan cukup bertentang dengan identitasnya.

 

Dunia Pendidikan kita

Pendidikan merupakan fondasi dasar kemajuan suatu bangsa. Pendidikan menjadi citra peradaban bangsa. Pendidikan bisa menjadi salah satu indikator -disamping ekonomi, politik, kesehatan, keamanan dan lain sebagainya- untuk menentukan kemajuan serta perkembangan negara di dunia. Disini yang lebih diperhatikan adalah sumber daya manusia (SDM) yang menjadi unsur hakiki pendidikan. Segala sesuatu yang berurusan dengan pendidikan tentu tentang kualitas manusia. Kualitas pendidikan tergantung pada kualitas manusianya. Kualitas manusia tergantung pada kualitas pendidikannya. Hubungan keduanya adalah pasti, tak terpisahkan dan adalah ketergantungan.

            Namun catatan pendidikan di tanah air sedikit suram diawal tahun 2021. Dari sekian banyak kasus, yang menarik perhatian penulis soal plagiarisme. “Sejumlh rektor bahkan pejabat lainnya diduga menjiplak karya ilmiah demi lenggang dalam kenaikan pangkat. Jika dibiarkan kualitas akademik dan kejujuran intelektual para sarjana negeri ini bisa terus merosot. Bukan hanya mutu lulusan perguruan tinggi yang dipertaruhkan, tetapi juga kredibilitas ilmu pengetahuan yang dihasilkan universitas kita”. (Opini, Tempo edisi 1-7 Februari 2021, hal.19)

            Tentu sangat disayangkan isu ini di negeri kita, lebih lagi terjadi di lingkup atau tempat penanaman nilai moral. Ini adalah cacat pendidikan di tanah air. Sejumlah nama digegerkan dan terungkap ke publik. “Sejumlah tokoh dari guru besar, rektor hingga pejabat publik pernah tersandung kasus plagiarisme. Publikasi mereka menduga menjiplak karya orang lain. Beberapa pejabat mengundurkan diri setelah praktik lancung mereka terbongkar, tetapi ada yang mengugat hingga ke pengadilan”. (laporan utama Tempo, edisi 1-7 Februari 2021, hal 30).

            Mengapa penulis mengangkat problem ini? Plagiarisme adalah “hama” dalam pendidikan kita. Tanpa disadari bahwa “hama” ini akan  terjangkit disetiap mereka yang bergelut dalam pendidikan. Memang tidak semua tetapi besar kemungkinan akan menjalar. Kisah ini merupakan kisah suram pendidikan kita di masa silam. Harapan  jangan sampai berakar dan tumbuh kembali tahun mendatang.

            Masih tentang pendidikan kita. Masalah yang suram saat ini yang tengah di perhadapkan kepda publik adalah kasus pelecehan seksual di lingkungan pendidikan.  Laporan Komnas anti kekerasan terhadap perempuan menerangkan lembaga pendidikan menjadi pencipta kekerasan seksual. Lembaga yang dimaksud adalah lingkup universitas 14 kasus; pesantren 10 kasus; SMA/SMK 8 kasus; SMP 4 kasus; TK/SLB/SD 6 kasus; Lemabaga Pendidikan Kristen 2 kasus; sekolah vokasi 2 kasus; tak teridentivikasi 2 kasus; pihak lain 3 kasus. Data ini merupakan rentetan kasus pelecehan seksual tahun 2015-2020, juga belum terhitung 2021. ( Tempo, edisi 20-26 Desember 2021, hal 82).

            Dengan melihat realita tersebut, menghadirkan sebuah pertanyaan reflektif kepada kita; apakah pendidikan kita bukan lagi menanamkan sikap moral? Kemanakah implementasi nilai-nilai yang menyerukan tentang moral tersebut? Apa tujuan pendidikan kita sebenarnya? Pembaca silakan berasumsi sendiri. Sekolah sebagai wadah pembentukan karakter juga menanamkan nilai moral tetapi toh justru berbanding terbalik. Dua keprihatinan di atas mewakili banyak kasus yang melilit rumah pendidikan kita. Lalu apa yang sebenarnya harus dicapai? Kembali pada apa yang telah disebutkan sebelumnya bahwa pembentukan sumber daya manusia yang menjadi dasar. Pola pikir adalah pertama. Maka perlu pendampingan yang lebih siaga baik dari pihak penyelengara pendidikan itu sendiri juga dari kita semua warga penghuni Nusantara. Kita tidak ingin wajah lama pendidikan kita yang suram itu semakin bertambah suram. Jauh dari itu bersama membangun dan bersinergi dalam menata kehidupan pendidikan kita dimasa yang akan datang. Lalu apa harapan kita khususnya dalam dunia pendidikan kita di 2022? Akankah kasus serupa terulang lagi? Mari kita nikmati tahun ini dengan melihat apa yang akan terjadi.

Komentar

Sangat senang Membaca Tulisan di edisi 2022 ini Frater Muda Potensial ❤️ Bangga Sekali bisa Menjadikan Tulisan Ini sebagai Referensi bagi Saya untuk Merancang Program Sekolah Penggerak SMAN 3 BORONG pada Tahun 2022 ❤️🙏👍 Original vs Copy

Postingan populer dari blog ini

Jejak Langkah Raynildis: Perjalanan Dalam Sunyi

Lorong San Juan

Oa