Opini,: PINDAH MIMBAR
“ PINDAH MIMBAR ”
Oleh : Damian Deveuster Darvis Tarung
Ada aksi maka ada reaksi, ada sebab tentu ada akibat dan hubungan kausalitas pun terjadi. Setidaknya menjadi “selogan” untuk menggambarkan keadaan dunia saat ini. Dalam periode akhir-akhir ini, tentu sudah sejak lama pandemi COVID 19 menjadi tranding topik di seluruh media informasi.kita pun tidak tahu sampai kapan keadaan ini berakhir.Sebuah tantangan yang dengan rela manusia menerima dan hadapi.
Banyak hal yang tentunya menjadi efek dari penyebaran virus ini dan yang mencakup berbagai aspek kehidupan manusia. Salah satu dari sekian aspek yang ada adalah kegiatan-kegiatan religius yang terbatas. Seperti yang kita ketahui bersama bahwa jauh-jauh hari sebelum pandemi ini menyebar secara menyeluruh, ritual-ritual keagamaan seperti perayaan-perayaan di jalankan secara normal. Namun suatu keadaan yang justru terbalik dari keadaan sebelumnya ialah segala kegiatan tidak di jalankan semestinya yang kita dikenal dengan istilah“LOCKDOWN”.
Yang menjadi perhatian kita di tengah keberadaan pandemi ini tentunya ada dinamika sosial,budaya,religi dan lain sebagainya yang telah terjadi. Salah satunya ialah terjadi di dalam gereja katolik. Sepertinya sangat penting penulis mengangkat poin ini. Sebagaimana yang kita ketahui bersama bahwa di dalam gereja katolik terdapat dua mimbar, yakni mimbar pewartaan sabda dan mimbar ekaristi. Dari kedua jenis mimbar ini tentunya mempunyai peranan,arti dan tujuan yang sama-sama penting. Dan ini pun semua anggota gereja itu (umat Allah) harus dapat menimbah sesuatu dari kedua mimbar ini.
Namun jauh dari kenyataan bahwa kadang anggota gereja (umat Allah) lebih monoton pada satu mimbar saja seperti mimbar ekaristi. Umat meyakini bahwa mereka dapat berjumpah dengan Yesus secara langsung melalui komuni yang mereka terima. Dan ini tentunya tidak salah,tetapi kenyataan juga memperlihatkan bahwa anggota gereja (umat Allah) kadang tidak menanggapi secara “serius” soal mimbar pewartaan sabda Tuhan itu. Yang mau di garis bawahi oleh penulis adalah kurangnya kesadaran umat dan memikirkan mimbar pewarta sabda Allah “seolah-olah” di kesampingkan dan beranggapan bahwa mimbar pewarta sabda Tuhan hanya sebatas “pelengkap”. Kenyataan juga memperlihatkan bahwa pandangan yang seperti ini tentunya sudah tidak sesuai lagi dengan tujuan liturgi dari fungsi kedua mimbar ini. Pandangan ini sepertinya ada jauh sebelum pandemi muncul di tengah kehidupan manusia.
Kenyataan dan keadaan sekarang ini ketika pandemi sudah menyebar kesegala penjuru wilayah dan memunculkan “kausalitas” justru yang terjadi adalah keadaan dan cara pandang umat yang berubah dari yang sebelumnya dan penulis katakan terjadi “pindah mimbar”. Umat yang sebelumnya monoton atau perhatian dan kerinduannya pada mimbar ekaristi, namun sudah beralih dalam artian bahwa umat pindah fokus atau tanggapannya pada mimbar pewarta sabda Allah. Hal ini terjadi karena kegiatan umat sudah dalam keadaan terbatas. Interaksi sosial saja perlu adanya jaga jarak, serta kegiatan-kegiatan yang sifatnya mengumpulkan banyak orang harus terbatasi.
Tidak asing juga kegiatan perayaan dalam gereja katolik di batasi, sehingga sering kita jumpai kebanyakan misa disiarkan melalui media elektronik seperti Tv, radio, dan juga melalui media internet (facebook,whatshap,youtobe, live streaming, dan lain sebagainya) yang di jadikan sebagai media dalam menyalurkan sabda Tuhan. Disini kita lihat bersama bahwa monoton umat pada mimbar pewarta sabda lebih tampil karena umat lebih pada mendengarkan secara langsung dan satu-satunya harapan bahwa sebagai solusi dari keadaan yang sekarang ini. Sementara juga umat tidak dapat ambil bagian secara langsung dalam menerima komuni kudus tetapi hanya komuni batin yang diperoleh dan beranggapan bahwa mimbar ekaristi hanya sebatas “melihat” saja serta tidak ada partisispasi aktif umat sebagaimana sebelumnya.
Berkaitan dengan paradigma umat yang seperti ini, tentulah sangat menyimpang dan sebenarnya tidak boleh terjadi. pandangan umat yang lebih monoton pada satu mimbar saja dalam gereja sangat-sangat tidak di anjurkan. Melalui tulisan ini penulis mau mengingatkan bahwa kedua mimbar tersebut memiliki peran penting yang mana Yesus hadir melalui sabda-Nya dan hadir dalam ekaristi kudus. Melalui tulisan ini setidaknya kita dapat memberi pembekalan liturgis kepada umat sehingga umat mampu menafsirkan bahwa kedua mimbar ada untuk menunjukan bahwa Yesus hadir melaui sabda dan ekaristi.
Komentar