Postingan

Menampilkan postingan dari Agustus, 2024

Di bawah Cahaya Senja

Gambar
Aku menyusuri pantai, tempat kisah kita berlabuh. Di sini, di tepi laut yang tak pernah lelah mengulang cerita, aku mengenalnya. Di sinilah aku merasakan jatuhnya rasa, seperti hujan lembut yang turun perlahan dari langit. Selama bertahun-tahun, rasa itu menggema dalam relung jiwa, menyisakan jejak yang dalam, menetes pada pasir putih kenangan. Aku pernah berlabuh dalam janji-janji kata, "Aku tak akan pergi." Namun kata-kata itu seperti pasir, hilang ditelan ombak yang tak pernah henti. Kehilangan Jack membuatku terjaga dalam labirin pertanyaan tentang arti rasa. Apakah rasa hanya sekadar kebersamaan semu, yang kini lenyap bersama hembusan angin? Aku terjerat dalam rasa yang kini semakin memudar, seperti lukisan pudar yang terpapar sinar matahari. Jack, pelindung rasa, kini menjadi bayang-bayang dari rasa saat bersama. Keberadaannya dulu seperti perisai yang melindungi aku dari kesepian. Namun kini, kepergiannya adalah noda dalam kanvas yang tak bisa kuhapus. Perpisahan...

Janji Yang Pergi

Gambar
Malam menari dengan lembut di langit desa, membalut bumi dalam jubah hitam yang tenang. Desa kini kembali dilingkupi keheningan yang menenangkan. Hanya suara radio tua dari rumah bapak RT yang membasuh telinga menemani bincang malam kami. Para bapak berkumpul di pendopo rumah bapak Johan, mendiskusikan siapa yang akan mereka pilih dalam pilkada mendatang. Mereka membicarakan calon-calon yang mempromosikan diri dengan janji-janji manis. Sementara di sudut lain, para ibu melantunkan syair-syair lembut, mengiringi tidur anak-anak mereka dalam damai yang samar. Desa ini, yang sudah berdiri sekian lama, penuh dengan harapan dan impian yang belum juga terwujud. Ingatan penduduk masih segar tentang janji-janji yang diucapkan oleh calon pemimpin yang kini duduk manis di kursi empuk. “Ketika saya menang, apapun kebutuhan dari bapak/ibu sekalian akan saya penuhi,” begitulah janjinya. Tapi, janji-janji itu hanya tinggal kenangan belaka. Kini, harapan-harapan tersebut tinggal menjadi nostalgi...

Oa

Gambar
Senja menarik diri ke pertiwi. Bekas tapaknya tercatat dalam buku harian. Aku yang lelah hari ini, menuai keindahan senja yang pergi. Tak kusadari waktu bersama senja begitu lama. Sederet kisah dan kenangan menghiasi waktu senja yang kini pamit. Aku merenung dalam deretan peristiwa itu, tentang aku yang tak berharga. Aku tak berarti. Dan aku yang kini. Buku refleksi yang aku tulis setiap ujung senja, mengingatkan aku tuk terus mengoreksi diri. Setiap lembaran buku refleksi terlampir rapi, aku yang hari ini. Kini senja kembali mengingatkan aku pada sederetan kisah silam. Refleksi kecil yang aku tulis bersama nostaligia rasa waktu itu. Tak terasa waktunya dua tahun kini teringat kembali dalam sajak-sajak senja. Halaman demi halaman aku buka lembaran refleksi itu. Tiba-tiba aku berhenti pada judul yang sempat aku tulis; Oa . Penasaran mendiami seluruh diri. Ah tulisan apa ini? Batin menggoda untuk lirik lebih jauh. Aku membaca kata demi kata, bait demi bait dan akhirnya satu hal...